Penulis

Lihat Semua
Poh Fang Chia

Poh Fang Chia

Poh Fang Chia menerima Yesus sebagai Juruselamatnya di usia 15 tahun. Ia rindu menulis buku-buku yang menyentuh jiwa sesamanya. Ia mulai menulis bagi Our Daily Bread pada tahun 2014 dan melayani bersama Our Daily Bread Ministries di Singapura sebagai seorang editor penulisan.

Artikel oleh Poh Fang Chia

Autentik dan Terbuka

“Hai, Poh Fang!” tulis seorang teman gereja dalam pesan singkat. “Untuk persekutuan kelompok kita bulan ini, ayo kita ajak semua orang untuk menerapkan Yakobus 5:16. Kita coba menciptakan lingkungan yang saling percaya dan dapat menjaga rahasia, supaya kita bisa terbuka untuk menceritakan dan saling mendoakan pergumulan hidup kita.”

Kasihilah Sesama

Ini hanyalah permainan yang seru di persekutuan kaum muda. Namun, permainan tersebut memberikan sebuah pelajaran bagi kami: daripada menukar tetangga Anda, lebih baik berusaha menyayangi mereka. Cara permainannya: semua orang duduk melingkar, sementara satu orang berdiri di tengah-tengah lingkaran besar itu. Orang di tengah itu akan bertanya kepada salah satu orang yang duduk melingkar, “Apakah kamu mengasihi tetangga Anda?” Orang yang ditanya itu boleh menjawab ya atau tidak. Dengan kata lain, ia harus memutuskan apakah ia ingin menukar tetangganya dengan orang lain.

Hati yang Bersyukur

Hansle Parchment berada dalam kesulitan. Saat berangkat menuju lokasi pertandingan semifinal di Olimpiade Tokyo, ia salah naik bus dan tertinggal dari rombongan. Nyaris tak ada harapan untuk tiba tepat waktu di stadion. Namun, syukurlah ia bertemu Trijana Stojkovic, relawan yang membantu dalam ajang olahraga tersebut. Trijana memberi Parchment sejumlah uang untuk naik taksi. Parchment tiba tepat waktu untuk bertanding dalam semifinal itu, bahkan berhasil meraih emas dalam lomba lari gawang 110 meter. Setelah itu, ia mencari Stojkovic dan berterima kasih atas kebaikannya.

Raihlah Peluang yang Ada

Sambil menunggu masa perkuliahan dimulai, Shin Yi yang berusia dua puluh tahun memutuskan untuk mengisi tiga bulan waktu liburannya dengan melayani bersama suatu lembaga misi kaum muda. Keputusan itu sepertinya diambil pada waktu yang tidak tepat, mengingat pembatasan sosial semasa COVID-19 yang mencegah diadakannya pertemuan tatap muka. Namun, Shin Yi segera menemukan jalan. “Kami tidak dapat bertemu anak-anak muda itu di jalanan, di pusat perbelanjaan, atau pujasera seperti biasa,” ia bercerita. “Namun, kami terus menjaga hubungan dengan anak-anak muda Kristen lewat Zoom untuk saling mendoakan, dan melayani mereka yang belum percaya melalui telepon.”

Bersyukur untuk Hari Senin

Dulu saya sering takut menghadapi hari Senin. Terkadang, saat turun dari kereta untuk pergi ke tempat kerja yang dulu, saya akan duduk sebentar di stasiun, mencoba berlama-lama untuk tiba di kantor, walaupun untuk beberapa menit saja. Jantung saya berdebar kencang saat memikirkan tenggat yang harus dikejar dan menghadapi suasana hati bos yang emosional.

Kebebasan Sejati

Saat membaca buku di kereta, Meiling asyik menggarisbawahi kalimat dan menulis catatan di pinggir halaman bukunya. Namun, percakapan seorang ibu dengan anaknya yang duduk tak jauh darinya kontan membuat Meiling menghentikan aktivitasnya. Sang ibu menegur anaknya agar tidak mencoret-coret buku yang dipinjamnya dari perpustakaan. Meiling cepat-cepat menyimpan pulpennya, karena ia tidak ingin anak itu mengabaikan perkataan ibunya dengan meniru perbuatan Meiling. Ia tahu anak tersebut belum memahami perbedaan antara mencorat-coret buku pinjaman dan menulis catatan di buku sendiri.

Kafe Pintu Sempit

Croissant, pangsit, kari babi, dan segala jenis makanan lezat menanti mereka yang berhasil menemukan dan masuk ke dalam Narrow Door Cafe (Kafe Pintu Sempit). Kafe yang terletak di Tainan, Taiwan itu bisa dibilang seperti lubang kecil pada dinding. Lebar pintu masuknya tidak sampai 40 cm, sehingga orang berpostur sedang saja harus melewatinya dengan susah payah! Meski demikian, kafe unik ini menarik minat banyak orang untuk datang.

Tidak, Terima Kasih

Sebuah sekolah Kristen untuk anak-anak autis di India menerima donasi dalam jumlah besar dari sebuah perusahaan. Setelah memastikan tidak ada syarat-syarat yang mengikat pemberian itu, sekolah pun menerimanya. Namun, di kemudian hari, pihak perusahaan meminta untuk dilibatkan dalam kepengurusan sekolah. Direktur sekolah menolak mengkompromikan nilai-nilai Kristen yang dipegang sekolah tersebut, maka ia pun memutuskan untuk mengembalikan uang itu. Ia berkata, “Melakukan pekerjaan Allah dengan cara Allah jauh lebih penting.”

Hidup dengan Baik

Upacara pemakaman gratis untuk orang hidup. Jasa tersebut ditawarkan oleh sebuah lembaga di Korea Selatan. Sejak penawaran tersebut dibuka pada tahun 2012, lebih dari 25.000 orang—dari remaja hingga pensiunan—sudah ikut serta dalam acara “pemakaman orang hidup” ini. Para peserta itu berharap, dengan mempertimbangkan kematian mereka sendiri, kualitas hidup mereka akan meningkat. Pengelola jasa tersebut mengatakan, “Simulasi upacara kematian ini bertujuan memberikan kepada peserta makna sesungguhnya dari hidup mereka, membangkitkan rasa syukur, membuka ruang bagi pengampunan dan terjalinnya kembali hubungan di antara anggota keluarga dan teman.”