Penulis

Lihat Semua
Poh Fang Chia

Poh Fang Chia

Poh Fang Chia menerima Yesus sebagai Juruselamatnya di usia 15 tahun. Ia rindu menulis buku-buku yang menyentuh jiwa sesamanya. Ia mulai menulis bagi Our Daily Bread pada tahun 2014 dan melayani bersama Our Daily Bread Ministries di Singapura sebagai seorang editor penulisan.

Artikel oleh Poh Fang Chia

Berdoa di Tumpukan Jerami

Samuel Mills dan empat orang temannya sering berkumpul untuk berdoa bersama, memohon agar Allah mengirimkan lebih banyak orang untuk membagikan kabar baik tentang Yesus. Suatu hari di tahun 1806, setelah kembali dari persekutuan doa, mereka terjebak dalam badai petir dan berlindung di dalam setumpuk jerami. Di kemudian hari, pertemuan doa mingguan mereka dikenal sebagai Persekutuan Doa Haystack (Tumpukan Jerami), dan dari sana lahir sebuah gerakan misi ke seluruh dunia. Saat ini, Monumen Doa Haystack berdiri di Williams College di Amerika Serikat sebagai peringatan atas apa yang sanggup Allah lakukan melalui doa.

Realitas yang Tidak Kelihatan

Stephen Cass, editor di majalah Discover, bertekad menginvestigasi hal-hal tidak kelihatan yang menjadi bagian kehidupannya sehari-hari. Saat berjalan menuju kantornya di kota New York, ia berpikir, “Seandainya aku bisa melihat gelombang radio, maka puncak gedung Empire State (yang menjadi tempat dari banyak antena radio dan TV) akan bercahaya terang benderang bagaikan nyala sinar yang berwarna-warni dan menerangi seluruh kota.” Ia menyadari dirinya dikelilingi gelombang elektromagnetik yang tidak kasatmata dari sinyal radio dan TV, Wi-Fi, dan lain-lain.

Kecil tetapi Penting

Hari itu dimulai seperti hari-hari biasa, tetapi berakhir seperti mimpi buruk. Esther (bukan nama sebenarnya) dan beberapa ratus wanita lain diculik dari asrama sekolah mereka oleh sebuah kelompok relijius yang militan. Sebulan kemudian, semua tawanan wanita itu dibebaskan—kecuali Esther, karena ia menolak menyangkal Kristus. Ketika saya dan seorang teman membaca tentang pengalaman Esther dan orang-orang lain yang dianiaya karena iman mereka, hati kami tergerak. Kami ingin melakukan sesuatu. Namun, apa?

Perubahan Dapat Terjadi

Suatu Sabtu sore, beberapa remaja dari gereja kami berkumpul untuk membahas sejumlah pertanyaan sulit dari Filipi 2:3-4: “[Janganlah] mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” Pertanyaan sulit itu antara lain: Seberapa sering Anda memperhatikan kepentingan orang lain? Apakah orang lain menganggap Anda rendah hati atau sombong? Mengapa?

Tak Bisa Dilepaskan

“Satu hal apa yang tak bisa Anda lepaskan?” tanya seorang penyiar radio. Para penelepon memberi sejumlah jawaban menarik. Ada yang menyebutkan keluarga mereka, termasuk seseorang yang menceritakan kenangan tentang istrinya yang sudah wafat. Yang lain menyebutkan impian mereka, seperti menjadi seorang ibu atau berkarir di dunia musik. Kita semua memiliki sesuatu yang sangat berharga—seseorang, impian, harta milik—sesuatu yang tak bisa dilepaskan.

Tahun Baru, Prioritas Baru

Sejak dahulu, saya ingin belajar bermain selo, tetapi tak pernah ada waktu untuk mendaftar kursus. Mungkin lebih tepatnya, saya memang tidak pernah menyediakan waktu untuk itu. Saya pernah berpikir, mungkin baru nanti di surgalah saya akan piawai memainkannya. Untuk saat ini, saya akan mencurahkan waktu saya untuk melakukan apa yang sesuai dengan panggilan Allah dalam pelayanan kepada-Nya.

Dari Aib Menjadi Mulia

Natal adalah momen tahunan bagi keluarga untuk berkumpul merayakan kebahagiaan bersama. Namun, ada pula yang merasa segan bertemu dengan sanak dan kerabat tertentu yang suka menanyakan hal-hal ‘sensitif’ seperti “Kapan menikah?” atau “Kapan punya anak?” Pertanyaan-pertanyaan tersebut seakan mengindikasikan ada yang tidak beres dengan orang yang ditanyai.

Tangan Allah yang Tersembunyi

Teman saya diadopsi oleh pasangan misionaris dari Amerika Serikat dan dibesarkan di Ghana. Setelah keluarganya kembali ke Amerika, ia sempat berkuliah tetapi kemudian terpaksa harus putus sekolah. Belakangan, ia masuk ke dalam ketentaraan. Pilihan itu membantunya untuk meneruskan kuliah dan membawanya keliling dunia. Melalui semua peristiwa itu, Allah sedang bekerja mempersiapkannya untuk suatu peran istimewa. Kini, ia menjadi penulis dan penyunting untuk sebuah terbitan Kristen yang memberkati pembaca dari seluruh dunia.

Harapan dalam Kegelapan

Menurut legenda, Qu Yuan adalah seorang pejabat pemerintah Tiongkok yang bijak dan patriotik. Ia hidup pada masa yang dikenal sebagai periode Perang Antarnegara (475–246 sm). Konon Qu Yuan berulang kali memperingatkan rajanya tentang ancaman besar yang akan menghancurkan negaranya, tetapi raja menolak nasihatnya. Akhirnya Qu Yuan diasingkan. Saat Qu Yuan mengetahui kejatuhan negaranya yang tercinta karena serangan musuh yang telah ia peringatkan sebelumnya, ia pun bunuh diri.