Penulis

Lihat Semua
Poh Fang Chia

Poh Fang Chia

Poh Fang Chia menerima Yesus sebagai Juruselamatnya di usia 15 tahun. Ia rindu menulis buku-buku yang menyentuh jiwa sesamanya. Ia mulai menulis bagi Our Daily Bread pada tahun 2014 dan melayani bersama Our Daily Bread Ministries di Singapura sebagai seorang editor penulisan.

Artikel oleh Poh Fang Chia

Pengetahuan dan Tindakan

Seorang filsuf Tiongkok, Han Feizi, memberikan komentarnya tentang kehidupan, “Mengetahui fakta itu mudah. Yang sulit adalah mengetahui bagaimana bertindak sesuai fakta itu.”

Doa Maraton

Apakah Anda bergumul untuk memiliki kehidupan doa yang teratur? Banyak dari kita bergumul dengan hal itu. Kita tahu bahwa doa itu penting, tetapi doa itu juga dapat sulit dilakukan. Adakalanya kita merasa begitu erat bersekutu dengan Allah. Namun, di waktu-waktu lain kita bisa merasa doa hanyalah rutinitias belaka. Mengapa kita bergumul begitu rupa dengan doa-doa kita?

Yesus Menangis

Saya sedang asyik membaca sebuah buku ketika seorang teman melongok untuk melihat apa yang sedang saya baca. Seketika itu juga ia terperanjat dan menatap saya dengan ngeri. “Judulnya suram sekali!” katanya. Saya sedang membaca “The Glass Coffin” (Peti Mati Kaca) dari Grimm’s Fairy Tales (Serial Dongeng karya Grimm), dan ia terganggu dengan kata peti mati. Banyak dari kita tidak suka diingatkan tentang kematian kita. Padahal kenyataannya, setiap manusia pasti akan menemui ajalnya.

Untuk Siapa Aku Bekerja?

Henry bekerja 70 jam seminggu. Ia mencintai pekerjaannya dan memperoleh penghasilan besar yang dapat memenuhi segala kebutuhan keluarganya. Ia selalu berencana untuk mengurangi jam kerjanya, tetapi itu tidak pernah dilakukannya. Suatu malam, ia pulang ke rumah dengan kabar gembira—ia dipromosikan ke posisi tertinggi di perusahaannya. Akan tetapi, tidak seorang pun ada di rumah. Anak-anaknya telah tumbuh dewasa dan menjalani hidup mereka masing-masing, sementara sang istri sibuk dengan kariernya sendiri. Tidak seorang pun ada di rumah untuk mendengar kabar gembira tersebut.

Dorongan yang Berulang-Ulang

Seorang wartawan memiliki kebiasaan yang tidak lazim. Ia tidak mau menggunakan pena bertinta biru. Jadi, ketika rekannya bertanya kepadanya apakah ia mau dibelikan sesuatu dari toko, ia minta dibelikan sejumlah pena, tetapi, “Jangan yang berwarna biru,” katanya. “Aku tak mau pena biru. Aku tak suka warna biru. Warna biru tidak cocok buat saya. Jadi, tolong belikan selusin pena, warnanya boleh apa saja, asal jangan biru!” Keesokan harinya, si wartawan menerima selusin pena yang dibelikan rekannya itu, tetapi semuanya berwarna biru. Ketika ditanya, rekannya itu hanya berkata, “Kamu terus-menerus mengatakan ‘biru, biru’. Kata itu yang paling menancap di pikiranku!” Kata yang diucapkan berulang-ulang oleh wartawan itu memang memberikan dampak, tetapi berlawanan dengan apa yang sebenarnya ia kehendaki.

Resep Masakan Nenek

Banyak keluarga mempunyai resep rahasia, yakni cara istimewa dalam memasak suatu hidangan hingga membuatnya luar biasa lezat. Kami dari kaum Hakka mempunyai hidangan tradisional yang disebut biji sempoa—dinamakan demikian karena tampilannya yang mirip biji sempoa. Suatu hidangan yang unik dan lezat!

Seruan Iman

Kabar itu membuat mati rasa. Air mata yang mengalir deras tak lagi dapat ditahannya. Benaknya dipenuhi dengan banyak pertanyaan dan ketakutan nyaris menenggelamkan dirinya. Hidupnya yang selama ini baik-baik saja, tiba-tiba porak-poranda dan berubah selamanya tanpa pemberitahuan.

Dia akan Menjawab

Saya begitu gembira ketika menemukan halaman Twitter dari bintang film Korea favorit saya. Saya pun memutuskan untuk mengirimkan pesan singkat untuknya. Saya menuliskan pesan terbaik yang bisa saya tuliskan, lalu menunggu jawaban darinya. Saya sadar, kecil kemungkinan saya akan mendapatkan balasan. Seorang selebriti seperti dirinya bisa menerima banyak sekali surat dan pesan dari para penggemar setiap harinya. Namun demikian, saya berharap ia akan membalas pesan saya. Saya pun sangat kecewa ketika tak ada balasan yang saya terima. 

Menolak Apatis

Ruangan itu sudah dihiasi beragam warna mempesona yang ditata oleh sejumlah wanita berpakaian sari. Mereka sedang bergegas menyelesaikan persiapan untuk suatu acara penggalangan dana. Para wanita asal India yang kini tinggal di Amerika Serikat itu hendak menunjukkan kepedulian mereka terhadap negara asalnya. Ketika mendengar tentang keadaan keuangan sebuah sekolah Kristen untuk anak-anak autis di India, mereka tidak sekadar mengetahui kebutuhan itu, tetapi juga memilih untuk bertindak.