Penulis

Lihat Semua
Randy Kilgore

Randy Kilgore

Randy Kilgore bekerja selama lebih 20 tahun sebagai manajer senior bidang sumber daya manusia sebelum ia kembali belajar di seminari. Setelah memperoleh gelar Master in Divinity pada tahun 2000, selama satu dekade terakhir ini ia melayani para pekerja di dunia usaha dan juga menulis buku. Randy dan istrinya, Cheryl, tinggal di Massachussets bersama dua anak mereka.

Artikel oleh Randy Kilgore

Resep Hidup

Seorang rekan kerja mengaku bahwa ia tidak merasa dirinya layak diselamatkan oleh Tuhan. Saya mendengarkan penuturannya tentang bagaimana ia hidup selama ini dengan begitu nyaman dan bersenang-senang, tetapi hal-hal itu ternyata tak memuaskannya. “Masalahnya, saya sudah berusaha menjadi orang baik, bahkan peduli kepada orang lain, tetapi rasanya semua itu percuma. Hal baik yang ingin saya lakukan justru tidak mampu saya lakukan, tetapi hal buruk yang kubenci, itulah yang terus kulakukan.”

Harapan yang Pasti

Dr. William Wallace pernah melayani sebagai misionaris dengan profesi ahli bedah di Wuzhou, Tiongkok, di dekade 1940-an, tepat pada saat Jepang menyerang negara itu. Wallace, yang saat itu memimpin Rumah Sakit Stout Memorial, memberikan instruksi kepada pihak rumah sakit untuk mengangkut peralatan medis ke atas kapal tongkang agar dapat terus berfungsi sebagai rumah sakit sambil berlayar menyusuri sungai guna menghindari serangan dari darat.

Jalan Menuju Pemulihan

Adakalanya perjalanan hidup kita terasa begitu berat, sampai-sampai kita merasa kewalahan dan seolah-olah diliputi oleh kegelapan yang tak berujung. Suatu pagi, ketika keluarga kami mengalami masa-masa sulit, istri saya menerima inspirasi baru lewat saat teduhnya. Ia berkata, “Aku rasa Allah ingin agar di masa-masa sukacita kita bisa belajar dari pengalaman yang kita terima di masa-masa kelam ini.”

Pelayanan yang Murah Hati

Sekelompok kecil orang berdiri di sekeliling pohon raksasa yang tumbang di halaman rumah. Seorang wanita berusia lanjut dengan tongkat di tangannya bercerita bagaimana ia menyaksikan angin badai pada malam sebelumnya menghempaskan “pohon tua raksasa kami. Lebih parahnya lagi,” lanjutnya dengan suara yang serak karena emosi, “badai itu merobohkan tembok batu kami yang indah. Suami saya membangun tembok itu setelah kami menikah. Kami menyukai tembok itu! Sekarang tembok itu tidak ada lagi; sama seperti dirinya.”

Setiap Momen Berarti

Ketika saya bertemu seorang wanita lanjut usia bernama Ada, ia telah hidup lebih lama dari semua sahabat dan kerabatnya. Ada kini tinggal di panti wreda. “Bagian tersulit dari bertambah tua,” katanya kepada saya, “adalah melihat satu demi satu kenalan kita berpulang dan meninggalkan kita.” Suatu hari saya bertanya kepada Ada apa yang membuatnya bertahan dan bagaimana ia mengisi waktunya. Ia menjawab dengan mengutip sebuah ayat Kitab Suci yang ditulis Rasul Paulus: “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (Flp. 1:21). Kemudian ia berkata, “Selagi masih diberi napas, masih ada yang harus kulakukan. Jika kondisiku baik, aku bisa bercerita tentang Yesus kepada orang-orang di panti ini; jika kondisiku menurun, aku masih bisa berdoa.”

Kebijaksanaan yang Tak Disengaja

Beberapa tahun yang lalu, seorang wanita menceritakan kepada saya apa yang dilakukannya ketika melihat putranya yang masih beranjak remaja menonton liputan berita tentang suatu peristiwa kekerasan. Ia langsung meraih alat pengendali TV dan mengganti salurannya. “Jangan menonton hal-hal semacam itu,” kata ibu itu kepada anaknya dengan tegas. Mereka sempat berdebat, tetapi akhirnya ibu itu mengimbau putranya untuk mengisi pikirannya dengan “semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, . . . .” (Flp. 4:8). Kemudian, setelah makan malam, wanita itu dan suaminya sedang menonton berita saat tiba-tiba putri mereka yang berusia lima tahun memasuki ruangan dan mematikan TV. “Jangan menonton hal-hal semacam itu,” katanya dengan meniru suara dan gaya ibunya. “Kita harus mengisi pikiran dengan ayat-ayat Alkitab!”

Kasih yang Tak Terduga

Pada suatu Sabtu pagi ketika saya masih bersekolah, saya sangat bersemangat pergi ke tempat kerja di arena boling lokal. Malam sebelumnya, saya bekerja sampai larut untuk membersihkan lantai ubin yang berlumpur karena petugas kebersihan tidak masuk. Saya tidak menceritakan tentang sakitnya petugas kebersihan itu kepada atasan saya dan ingin memberinya kejutan. Saya pikir, tidak ada salahnya ‘kan?

Tangan yang Menghibur

“Pasien sangat agresif,” tertulis di catatan perawat.

Saat Saya Tak Sanggup Berdoa

November 2015, saya diberi tahu bahwa saya membutuhkan bedah jantung. Karena terguncang, saya langsung terpikir tentang kemungkinan meninggal dunia. Adakah hubungan yang perlu dipulihkan? Urusan keuangan yang perlu diselesaikan? Pekerjaan yang dapat diselesaikan lebih awal? Ada juga pekerjaan mendesak yang harus dialihkan kepada orang lain. Saya harus berdoa dan bertindak.