Menemukan Waldo
Waldo adalah tokoh utama dari “Where’s Waldo”, sebuah serial komik anak terlaris. Waldo menyembunyikan diri di tengah keramaian orang dalam gambar pada setiap halaman dan mengundang anak-anak untuk menemukan di mana ia bersembunyi. Para orangtua suka sekali melihat ekspresi wajah anak-anak mereka ketika berhasil menemukan Waldo. Mereka juga senang ketika anak-anak meminta mereka ikut mencari Waldo.
Pengabdian Sepenuh Hati
Saya selalu terkesan akan kesederhanaan yang anggun dan khidmat dari upacara Pertukaran Prajurit Penjaga di Makam Pahlawan Tak Dikenal di Taman Makam Nasional Arlington. Acara yang dikoreografi dengan saksama itu merupakan penghormatan bagi para tentara yang namanya—dan pengorbanannya—“hanya dikenal oleh Allah”. Yang sama mengesankannya adalah momen-momen di saat tidak ada orang yang menyaksikan mereka: para prajurit itu tetap melangkah bolak-balik dengan teratur, jam demi jam, hari demi hari, bahkan dalam cuaca yang paling buruk sekalipun.
Selalu Dikasihi, Selalu Dihargai
Kita melayani Allah yang mengasihi kita melebihi pekerjaan kita.
Kesaksian Sederhana
Tawa keras tiba-tiba keluar dari kamar rumah sakit tempat ayah saya dirawat. Di kamar itu berkumpul dua pengemudi truk berusia lanjut, seorang mantan penyanyi lagu country, seorang perajin, dua wanita dari peternakan, dan saya sendiri.
Hadiah Terindah
Pada suatu retret musim dingin di wilayah utara New England, Amerika Serikat, seorang pria bertanya kepada para peserta lain, “Hadiah Natal apa yang pernah kau terima dan paling kau sukai?”
Kasih Tanpa Batas
Saat terjadi Pemberontakan Boxer di Tiongkok pada tahun 1900, para misionaris yang terjebak dalam sebuah rumah di T’ai Yüan Fu memutuskan bahwa satu-satunya harapan mereka untuk bertahan hidup adalah dengan berlari menerobos orang banyak yang sedang menuntut kematian mereka. Dibantu dengan senjata-senjata yang mereka pegang, mereka pun luput dari ancaman. Namun karena melihat dua murid Tionghoanya yang cedera belum dapat meloloskan diri, Edith Coombs berlari kembali menerjang bahaya. Ia berhasil menyelamatkan seorang murid, tetapi jatuh tersandung saat hendak menyelamatkan murid yang kedua dan akhirnya terbunuh.
Hati yang Berubah
Joshua Chamberlain adalah perwira yang memimpin pasukan Perserikatan pada hari berakhirnya Perang Saudara AS. Para prajurit yang dipimpinnya berbaris di kedua sisi jalan sambil menyaksikan pasukan Konfederasi yang telah menyerahkan diri berjalan di antara mereka. Satu ucapan yang tidak patut atau satu tindakan agresif dapat membuyarkan perdamaian yang telah lama diidam-idamkan itu. Lewat tindakan yang brilian sekaligus menyentuh hati, Chamberlain memerintahkan pasukannya untuk memberi hormat kepada lawan mereka! Tidak ada celaan atau makian—hanya ada senapan dan pedang yang diangkat sebagai tanda penghormatan.
Mendekat pada Anugerah-Nya
Para ahli Taurat dan orang Farisi menyeret seorang wanita yang kedapatan berbuat zina ke hadapan Yesus. Namun mereka tidak tahu bahwa mereka justru membawa wanita tersebut mendekat pada anugerah. Yang mereka mau adalah menjelek-jelekkan Yesus. Jika Dia meminta mereka untuk membiarkan wanita itu pergi, mereka dapat mendakwa-Nya sebagai pelanggar hukum Musa. Namun jika Dia menghukum mati wanita itu, orang-orang yang mengikut Dia akan mengabaikan perkataan-Nya tentang belas kasihan dan anugerah Allah.
Pengaruh yang Lemah Lembut
Beberapa tahun sebelum menjadi presiden Amerika Serikat ke-26 (1901–1909), Theodore Roosevelt mendapat kabar bahwa putra sulungnya, Theodore Jr. (Ted), sedang sakit. Walaupun anaknya kembali pulih, penyebab dari penyakit Ted membuat Roosevelt terpukul. Dokter memberitahukan kepada Roosevelt bahwa dirinyalah penyebab sakitnya sang anak. Ted menderita “kelelahan mental” karena ditekan begitu keras oleh sang ayah untuk menjadi tipe “jagoan” yang tak bisa dicapai Roosevelt sendiri di masa kecilnya yang sakit-sakitan dahulu. Setelah mendengar hal itu, Roosevelt pun berjanji: “Mulai sekarang, aku takkan pernah lagi menekan Ted, baik secara jasmani maupun rohani.”