Penulis

Lihat Semua
Randy Kilgore

Randy Kilgore

Randy Kilgore bekerja selama lebih 20 tahun sebagai manajer senior bidang sumber daya manusia sebelum ia kembali belajar di seminari. Setelah memperoleh gelar Master in Divinity pada tahun 2000, selama satu dekade terakhir ini ia melayani para pekerja di dunia usaha dan juga menulis buku. Randy dan istrinya, Cheryl, tinggal di Massachussets bersama dua anak mereka.

Artikel oleh Randy Kilgore

Angsa dan Orang yang Sulit

Saat pertama kali pindah ke rumah yang kami tempati sekarang, saya menikmati keindahan angsa-angsa yang bersarang di dekat rumah. Saya mengagumi kepedulian angsa kepada sesamanya dan gaya angsa yang berbaris rapi di air serta terbang dengan formasi huruf V di langit. Saya juga asyik memperhatikan bagaimana angsa membesarkan anak-anaknya.

Kehilangan Kesempatan

Saya mendengar perkataan yang paling menyedihkan hari ini. Dua saudara seiman sedang berbeda pendapat tentang sesuatu. Pria yang lebih tua menggunakan ayat-ayat Alkitab seperti senjata, dengan menebas apa pun yang dianggapnya salah dalam hidup lawan bicaranya. Pria yang lebih muda kelihatan jenuh menanggapi lawan bicaranya yang tengah menguliahi dirinya dan merasa sangat dikecewakan.

Semua Selamat!

Pada Januari 1915, kapal Endurance terjebak dan terjepit hingga hancur di hamparan es di lepas pantai Antartika. Sekelompok penjelajah kutub, yang dipimpin oleh Ernest Shackleton, dapat bertahan hidup dan berhasil mencapai Elephant Island dengan tiga sekoci kecil. Terjebak di pulau tak berpenghuni yang jauh dari jalur pelayaran yang normal itu, mereka mempunyai satu harapan. Pada 24 April 1916, 22 laki-laki menyaksikan Shackleton dan lima awaknya pergi berlayar dalam sekoci kecil menuju South Georgia, sebuah pulau sekitar 1.300 km jauhnya. Kemungkinan mereka untuk berhasil memang kecil, dan jika keenam orang itu gagal, mereka semua pasti mati. Sungguh menggembirakan, setelah lebih dari empat bulan berlalu, sebuah kapal muncul di cakrawala dan Shackleton yang berada di haluan kapal itu berteriak, “Apakah kalian baik-baik saja?” Mereka yang di pulau membalas, “Semua selamat! Kami baik-baik saja!”

Ciptaan Baru

Pada saat saya baru mulai bekerja, saya mempunyai seorang rekan kerja yang senang sekali menggunakan nama Tuhan sebagai sumpah serapah. Tanpa rasa bersalah, ia mengejek orang Kristen yang baru percaya atau mereka yang mencoba berbicara tentang Yesus kepadanya. Pada hari saya keluar dari pekerjaan itu untuk pindah ke komunitas dan tempat kerja yang baru, saya teringat pernah berpikir bahwa orang itu tak akan mungkin menjadi pengikut Yesus.

Aku Datang untuk Menolong

Penggambaran yang gamblang dari wartawan Jacob Riis tentang kemiskinan di kota New York pada abad ke-19 menimbulkan kengerian dalam diri warga kota yang terbiasa hidup nyaman. Buku berjudul How the Other Half Lives (Bagaimana Orang Lain Hidup) yang memadukan tulisannya dengan foto-foto jepretannya sendiri itu memberikan gambaran yang sangat gamblang akan kondisi kemiskinan yang sedemikian parah sehingga warga setempat tidak bisa lagi mengabaikan keberadaannya. Sebagai anak ketiga dari 15 bersaudara, Riis bisa menulis dengan begitu efektif karena ia sendiri pernah menjalani hidup di tengah keadaan yang mengenaskan tersebut.

Bersuara

Ketika mendengar cerita mengenai anak-anak muda yang sering mengalami intimidasi, saya memperhatikan adanya paling sedikit dua tingkat penderitaan. Tingkat pertama yang paling nyata datang dari mereka yang mempunyai niat jahat, yaitu mereka yang melakukan intimidasi. Perbuatan itu saja sudah sangat buruk. Namun ada lagi derita lain yang lebih dalam dan dampaknya bisa jauh lebih parah daripada derita yang pertama: Sikap diam membisu dari orang-orang yang mengetahuinya.

Bukan Ucapan Selamat Jalan

Francis Allen pernah membimbing saya untuk mengenal Yesus, dan hampir tiba saatnya bagi Francis untuk berpulang dan bertemu Yesus muka dengan muka. Saya berada di rumahnya ketika waktunya makin dekat untuk mengucapkan selamat jalan. Saya ingin mengucapkan sesuatu yang berkesan dan berarti.

Mulai dari Sini!

Pada 6 Juni 1944, tiga tentara Amerika meringkuk di sebuah lubang bekas ledakan bom di Pantai Utah, Normandia, Prancis. Saat menyadari bahwa air pasang telah membawa mereka ke tempat yang salah di pantai itu, ketiganya langsung membuat keputusan: “Kita akan mulai bertempur dari sini.” Keadaan membuat mereka harus bergerak maju dari suatu titik awal yang sulit.

Mendengar dengan Kasih

Suatu malam di bulan Agustus di Vermont, seorang misionaris muda berbicara di gereja kecil kami. Negara yang dilayaninya bersama istri sedang mengalami konflik antar pemeluk agama, sehingga tempat itu dianggap terlalu berbahaya bagi anak-anak. Dalam kesaksiannya, ia bercerita tentang sebuah pengalaman yang memilukan saat putrinya memohon kepadanya agar tidak ditinggalkan di sebuah sekolah berasrama.