Melompati Tembok
Sersan Richard Kirkland adalah seorang anggota pasukan Konfederasi (negara-negara bagian selatan) pada Perang Saudara Amerika Serikat (1861–1865). Dalam pertempuran di Fredericksburg, pasukan Serikat (negara-negara bagian utara) menderita kekalahan di Dataran Tinggi Marye. Melihat banyaknya prajurit yang terluka di daerah tak bertuan, Kirkland meminta izin untuk menolong mereka. Setelah mengumpulkan ransum, ia pun melompati tembok yang memisahkannya dengan tentara musuh dan menolong seorang prajurit yang memerlukan bantuannya. Dengan mempertaruhkan nyawa, Kirkland yang disebut “Malaikat dari Dataran Tinggi Marye” itu menjadi saluran belas kasihan Kristus bagi musuhnya.
Impian Masa Kanak-kanak
Bertahun-tahun yang lalu, saya meminta sejumlah murid kelas lima untuk mempersiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada Yesus seandainya Dia hadir pada minggu berikutnya. Saya juga meminta beberapa kelompok orang dewasa melakukan hal yang sama. Hasilnya sungguh berbeda. Pertanyaan anak-anak itu berkisar dari yang menggemaskan hingga yang mengharukan: “Akankah kami terus duduk memakai jubah dan menyanyi sepanjang hari di surga? Apakah aku akan bertemu anak anjingku di surga? Apakah ikan paus ada di dalam atau di luar bahtera Nuh? Apa kabar kakekku di surga sana dengan-Mu?” Hampir semua pertanyaan mereka bebas dari keraguan pada keberadaan surga atau cara kerja Allah yang supernatural.
Berkat Kehadiran
Beberapa tahun lalu, saat baru menjadi manajer bidang personalia untuk sebuah perusahaan, saya datang ke rumah duka dan menghadiri upacara pemakaman seorang karyawan yang sudah lama bekerja di perusahaan itu, tetapi belum pernah saya jumpai. Almarhum bekerja sebagai tukang bangunan. Meski ia dicintai rekan-rekan sekerjanya, hanya sedikit yang datang untuk menghibur istrinya. Saya mendengar seseorang yang berusaha menghiburnya mengatakan bahwa mereka tidak datang karena takut salah bicara atau bertindak, dan tidak ingin membuat keluarga yang ditinggalkan menjadi lebih berduka.
Tempat Yang Sulit
Seorang ilmuwan yang sangat cakap dalam bidangnya memutuskan untuk bekerja di sebuah restoran cepat saji ketika ia harus mundur dari pekerjaannya karena adanya suatu perkembangan teknologi yang membuat tenaganya tidak lagi dibutuhkan. Suatu malam, seusai kegiatan pendalaman Alkitab yang kami ikuti, ia menceritakan bahwa keadaan tersebut memang menyulitkan, tetapi sekaligus menyadarkan dirinya. Ia berkata, “Ada satu hal baik yang dapat kulihat, yaitu anak-anak muda di tempat aku bekerja sekarang kelihatannya sangat tertarik dengan imanku.” Seorang anggota kelompok kami menanggapi, “Aku mengagumimu karena kerendahan hatimu. Aku yakin imanmu yang telah membuatmu dapat bersikap demikian.”
Juru Minuman Raja
Salah satu bagian Alkitab kesukaan saya yang dapat diterapkan dalam pekerjaan adalah Nehemia pasal 1–2. Nehemia, pegawai Raja Artahsasta, merupakan seorang pekerja yang patut diteladani sehingga sang raja pun ingin menghormatinya. Caranya adalah dengan menolong Nehemia ketika ia berduka karena tembok Yerusalem yang telah menjadi reruntuhan. Raja bertanya kepada Nehemia, “Mengapa mukamu muram . . . Jadi, apa yang kauinginkan?” (2:2,4). Nehemia bukan hanya sekadar pegawai biasa bagi raja, ia adalah juru minuman yang bertugas mencicipi minuman raja untuk melindungi raja supaya tidak diracuni. Untuk mencapai kedudukan tersebut, pastilah Nehemia telah bekerja keras dan memuliakan Allah dalam setiap tindakannya. Dan raja pun memenuhi permintaannya.
Diingat Senantiasa
Selama berkuliah di seminari, saya mengambil waktu untuk bekerja di suatu panti wreda. Ketika mengobrol dengan para pria dan wanita lanjut usia ini, hampir setiap pasien cepat atau lambat akan menguraikan perasaan kesepian yang mereka rasakan saat ini dalam hidup mereka dan kesadaran bahwa mereka hidup lebih lama daripada teman-teman sebaya mereka. Banyak dari mereka yang bertanya-tanya apakah ada orang yang akan mengingat mereka ketika mereka tutup usia kelak.
Teruskanlah
Selama bertahun-tahun saya memperhatikan bahwa orang-orang yang pernah meng-alami penderitaan biasanya akan dengan sigap menawarkan penghiburan bagi orang lain yang menderita. Ketika ada pasangan muda yang kehilangan anak mereka, pasangan lain yang pernah kehilangan anak di masa lalu akan bertanya apakah mereka bisa membantu. Jika ada pasangan yang kehilangan sumber penghasilan mereka, dengan segera pasangan lain akan menawarkan bantuan, karena mereka teringat masa sulit yang pernah mereka lalui beberapa tahun lalu saat harta mereka disita. Berulang kali kita melihat tubuh Kristus saling mendukung dan menguatkan. Orang-orang Kristen ini telah belajar bahwa mereka dapat menggunakan pencobaan yang pernah mereka alami untuk menjangkau orang lain yang mengalami kesulitan yang serupa.
Membaca Terbalik
Saya harus mengakui bahwa terkadang saya membaca akhir dari sebuah buku sebelum saya membaca awal kisahnya. Dengan cara itu, saya akan tahu tokoh mana yang tetap bertahan dan mana yang tidak. Ketika saya sudah mengetahui akhir kisahnya, saya bisa membaca buku itu dengan tenang sambil tetap menghargai dan menikmati alur cerita serta perjalanan setiap tokoh di dalamnya.
Yang Terlambat Pun Diterima
Suatu malam saat saya mengunjungi suatu panti wreda, seorang penghuni bernama Tom diam-diam menyelinap keluar dari kamarnya dan berharap dapat menemui saya untuk berbincang-bincang. Setelah kami berbicara beberapa lama, ia bertanya, “Akan-kah Allah merasa terhina jika saya menjadi orang Kristen di usia yang sudah lanjut ini?” Pertanyaan Tom tidaklah mengejutkan. Sebagai pembina rohani, saya sering mendengar hal seperti itu dari para lansia, orang yang bergumul dengan kecanduan, dan para mantan narapidana. Mereka semua berpikir punya alasan kuat untuk percaya bahwa sudah terlambat bagi mereka untuk mengenal Allah atau untuk dipakai oleh-Nya.