Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Tim Gustafson

Tangan yang Terbuka

Pada tahun 1891, Biddy Mason dikebumikan dalam makam tanpa nisan di Los Angeles. Hal itu memang lazim bagi wanita yang lahir sebagai budak, tetapi agak janggal bagi seseorang yang sukses seperti Biddy. Setelah memperoleh kebebasannya lewat keputusan pengadilan pada tahun 1856, ia menjadi kaya dengan memadukan keahliannya sebagai perawat dan kecakapan dalam berbisnis. Setelah melihat masalah yang dihadapi para imigran dan narapidana, Biddy pun menolong mereka dengan melibatkan diri dalam banyak kegiatan amal sehingga orang-orang sering mengantre di depan rumahnya untuk meminta bantuan. Tahun 1872, hanya enam belas tahun setelah merdeka dari perbu-dakan, ia dan menantu laki-lakinya mendanai pendirian Gereja Episkopal Metodis Afrika Pertama di Los Angeles.

Tugas Utama Kita

Saat seorang cendekiawan Inggris mendorong agama-agama di dunia untuk bekerja sama bagi persatuan dunia, orang-orang di mana pun memujinya. Dengan menyatakan bahwa setiap agama besar memiliki keyakinan yang sama tentang Kaidah Kencana, ia menyarankan, “Tugas utama kita di masa kini adalah membangun suatu masyarakat global di mana orang-orang dari keyakinan yang berbeda-beda dapat hidup bersama dalam kedamaian dan keharmonisan.”

Bersikap Dingin

Karena putus asa, seorang wanita menghubungi Pusat Layanan Perumahan tempat saya bekerja. Rusaknya alat pemanas ruangan di rumah kontrakannya membuat dirinya hampir membeku. Dengan panik, ia mengungkapkan kekhawatirannya atas keadaan anak-anaknya. Tanpa pikir panjang, saya menjawab sesuai prosedur resmi: “Pindah saja ke hotel dan kirimkan tagihannya kepada pemilik kontrakan Anda.” Ia pun marah dan menutup teleponnya.

Kejujuran yang Mengejutkan

Ketika seorang pendeta meminta salah seorang penatua gerejanya memimpin umat untuk berdoa, penatua itu memberi tanggapan yang mengejutkan. “Maafkan saya, Pak,” katanya, “saya baru saja bertengkar dengan istri saya di sepanjang perjalanan menuju gereja. Saya tidak siap untuk berdoa.” Seketika itu juga keadaan menjadi canggung. Akhirnya pendeta itu yang berdoa dan kebaktian dilanjutkan. Pendeta itu memutuskan untuk tidak lagi meminta seseorang berdoa di depan umum tanpa terlebih dahulu menanyakan kesediaan yang bersangkutan secara pribadi.

Abba, Bapa

Di selembar kartu ucapan Hari Ayah, digambarkan seorang ayah dengan satu tangan terjulur menggerakkan mesin pemotong rumput di depannya, sementara tangan lainnya dengan terampil menarik gerobak anak-anak di belakangnya. Di gerobak itu, duduk putri kecilnya yang begitu girang karena dapat berkeliling di halaman rumah yang bising karena bunyi mesin. Mungkin saja itu bukan keputusan yang bijak, tetapi siapa bilang pria tidak bisa melakukan beberapa pekerjaan sekaligus?

Tidak Sesederhana Itu

Hidup tampaknya begitu sederhana di bawah hukum Taurat dalam Perjanjian Lama. Taat kepada Allah akan membawa pada berkat, sementara ketidaktaatan akan membawa pada masalah. Sebuah teologi yang cukup jelas. Namun apakah memang sesederhana itu?

Hanya Bisa Mati Sekali

Lahir sebagai budak dan diperlakukan dengan buruk di masa mudanya, Harriet Tubman (hidup sekitar tahun 1822–1913) menemukan secercah pengharapan dalam kisah-kisah Alkitab yang diceritakan ibunya. Kisah tentang pembebasan bangsa Israel dari perbudakan Firaun menunjukkan kepadanya tentang Allah yang menghendaki kebebasan bagi umat-Nya.

Cabai

Ibu saya memberi kami cabai sebelum kami tidur,” kata Samuel, sambil mengenang masa kecilnya yang sulit di daerah selatan Gurun Sahara, Afrika. “Kami minum banyak air untuk mendinginkan mulut, hingga kami merasa kenyang. Namun itu tak selalu berhasil.”

Bangkit dari Reruntuhan

Di kawasan Jewish Quarter, Yerusalem, Anda dapat menemukan Sinagoge Tiferet Yisrael. Dibangun pada abad ke-19, sinagoge itu diledakkan tentara pada masa Perang Arab-Israel tahun 1948.