Lebih Baik daripada Hidup
Setelah mengalami lagi suatu kemunduran fisik yang tak terduga, saya bergabung dengan suami dan jemaat lainnya untuk retret di pegunungan. Dengan tertatih-tatih saya menaiki anak tangga kayu menuju sebuah gereja kecil di atas bukit. Seorang diri di tengah malam yang gelap, saya berhenti untuk beristirahat sejenak di salah satu anak tangga. “Tuhan, tolong aku,” bisik saya seraya terdengar bunyi musik dari kejauhan. Saya kembali melangkah perlahan-lahan hingga tiba di sebuah ruangan yang mungil. Sambil menahan rasa sakit, saya menghela napas dengan penuh syukur karena Allah telah mendengarkan doa saya di alam terbuka!
Memberi Kembali kepada Allah
Pada suatu waktu, para pemimpin gereja kami mengajak seluruh jemaat untuk memberikan persembahan lebih, di luar persembahan mingguan, guna membangun sebuah gimnasium baru. Fasilitas tersebut akan digunakan untuk melayani keluarga-keluarga dalam lingkungan kami. Setelah mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh biaya medis yang dikeluarkan karena kondisi disabilitas yang saya alami, saya bertanya kepada suami, “Apakah kamu yakin kita bisa memberi lebih?” Ia mengangguk. “Toh, kita memberikan kepada Allah apa yang sudah menjadi milik-Nya,” katanya. “Dia akan menyediakan semua yang kita butuhkan.” Memang itulah yang Dia lakukan! Lebih dari satu dekade kemudian, jemaat kami masih merasakan anugerah dapat melayani Tuhan lewat pelayanan kami kepada para pengguna fasilitas tersebut.
Kebenaran yang Tidak Pernah Berubah
Waktu putra saya, Xavier, masih kecil, kami pernah membaca cerita kanak-kanak tentang seorang anak laki-laki yang melawan gurunya dan mengganti cara menyebut bolpoin dengan nama yang dikarangnya sendiri. Ia lalu meyakinkan teman-teman sekelasnya untuk menyebut bolpoin dengan nama karangannya tadi. Kabar tentang sebutan baru untuk bolpoin itu lalu menyebar ke seluruh kota. Akhirnya, orang-orang di seluruh negeri mengubah cara mereka menyebut bolpoin, hanya karena mereka menerima realitas yang dibuat-buat oleh anak tadi sebagai kebenaran universal.
Bapa Kita yang Dapat Dipercaya
Dengan postur setinggi 192 cm, putra saya, Xavier, dengan mudah mengangkat Xarian, putranya yang masih balita, ke atas kepalanya. Xarian tertawa-tawa saat Xavier mendekap dengan aman kaki mungil putranya menggunakan tangannya yang besar. Sambil merentangkan lengannya yang panjang, Xavier mendorong putranya untuk menyeimbangkan tubuh, sementara tangan satu lagi siap menangkap apabila perlu. Xarian lalu meluruskan kaki-kakinya dan berdiri. Dengan senyum lebar dan tangan yang ditaruh di sisi tubuhnya, mata Xarian terus tertuju kepada ayahnya.
Allah dapat Memakai Kesaksian Kita
Saya membuka sebuah kotak kenang-kenangan, lalu mengeluarkan sebuah pin kecil berwarna perak yang berbentuk kaki janin berumur 10 minggu. Saya membelai jari-jemari mungil itu, sambil mengenang pengalaman keguguran yang saya derita serta orang-orang yang berkata bahwa saya “beruntung” karena janinnya “belum terlalu besar.” Saya berduka, dengan mengingat begitu nyatanya kaki dan detak jantung bayi yang pernah saya kandung dalam rahim saya. Saya bersyukur Allah telah melepaskan saya dari depresi dan memakai kesaksian saya untuk menghibur orang-orang yang juga berduka setelah kehilangan anak mereka. Lebih dari 20 tahun setelah peristiwa keguguran tersebut, saya dan suami menamai anak ini Kai, yang dalam beberapa bahasa berarti “bersukacita”. Meski masih sedih atas kehilangan itu, saya bersyukur Allah telah memulihkan hati saya dan memakai kesaksian saya untuk menolong orang lain.
Allah Mendengarkan Kita
Seorang siswa kelas satu menelepon nomor gawat darurat 911. Operator mendengarkan anak laki-laki itu berkata, “Pak, bantu aku mengerjakan tugas ini.” Operator itu mencoba membantunya, sampai ia mendengar seorang wanita memasuki ruangan dan berkata, “Johnny, dengan siapa kamu bicara?” Johnny menjelaskan bahwa ia kesulitan mengerjakan PR matematikanya, jadi ia melakukan apa yang diajarkan ibunya apabila ia membutuhkan bantuan, yaitu menghubungi 911. Bagi Johnny, kebutuhannya saat itu layak disebut darurat. Di sisi lain, bagi si operator yang sabar, membantu Johnny mengerjakan PR menjadi prioritas utamanya waktu itu.
Semakin Menyerupai Yesus
Allah menciptakan burung hantu abu-abu besar dengan kemampuan yang luar biasa untuk menyamar. Bulunya yang berwarna perak abu-abu memiliki pola warna yang memungkinkan burung hantu itu untuk menyatu dengan kulit pohon saat bertengger di pohon. Jika ingin tetap tidak terlihat, burung hantu itu dapat langsung menyamarkan diri dan menyatu dengan lingkungan berkat bulunya tersebut.
Tindakan Kasih yang Nyata
Selama lebih dari lima tahun, seorang ibu tunggal hidup bertetangga dengan seorang pria berusia lanjut. Suatu hari, karena mengkhawatirkan keadaan wanita itu, si pria tua membunyikan bel pintu rumahnya. “Sudah seminggu saya tidak melihat Anda,” katanya. “Saya hanya ingin memastikan Anda baik-baik saja.” “Pengecekan” yang dilakukan pria itu mendorong semangat si ibu. Karena pernah kehilangan ayahnya di usia belia, wanita itu sangat menghargai perhatian yang ditunjukkan oleh pria baik hati tersebut.
Tahun-Tahun yang Bermakna
Saat bersiap-siap menghadiri ibadah untuk mengenang ibu saya, saya berdoa agar saya mempunyai kata-kata yang tepat untuk menggambarkan tahun-tahun masa hidup beliau. Saya merenungkan saat-saat ketika hubungan kami sedang berjalan baik maupun renggang. Saya memuji Allah untuk hari yang indah ketika ibu saya mau menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamatnya setelah melihat perubahan yang dikerjakan Allah dalam diri saya. Saya bersyukur kepada-Nya karena telah menolong kami bertumbuh bersama di dalam iman. Saya juga mengucap syukur untuk orang-orang yang telah bersaksi bagaimana ibu saya menguatkan dan mendoakan mereka sambil melimpahi mereka dengan kebaikan. Ibu saya yang tidak sempurna telah menjalani tahun-tahun yang bermakna, suatu kehidupan yang dijalani dengan baik bagi Tuhan Yesus.