Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Xochitl Dixon

Takkan Tumbang

Sebagai orang kelahiran California, wilayah yang selalu disinari matahari, saya tidak menyukai cuaca dingin. Namun, saya sangat suka melihat foto-foto salju yang indah. Saya senang ketika teman saya mengirimkan foto sebatang pohon muda yang terlihat dari jendela kamarnya di musim dingin. Kekaguman saya berubah menjadi kesedihan saat melihat dahan-dahan pohon itu merunduk karena dibebani butiran-butiran es yang berat.

Memberi Sepenuh Hati

Ketika anak saya, Xavier, masih berumur enam tahun, seorang teman mengajak anaknya yang masih balita main ke rumah kami. Xavier ingin memberikan mainan kepada anak itu. Saya senang melihat kemurahan hatinya. Ia bahkan menawarkan sebuah boneka langka yang pernah dibelikan ayahnya. Menyadari bahwa boneka itu sangat bernilai, teman saya berusaha menolak dengan sopan. Namun, Xavier tetap menaruh boneka itu ke tangan si anak sambil berkata, “Papa memberiku banyak sekali mainan untuk aku bagikan.”

Selalu Siap Sedia

Suami saya sedang bekerja di kantornya ketika saya menerima kabar tentang diagnosis kanker ibu saya. Saya pun mengirim pesan singkat kepada suami saya dan mencoba untuk menghubungi beberapa teman dan keluarga. Tidak ada yang siap sedia saat itu. Dengan gemetar, saya menangis tersedu-sedu dan berseru, “Tolong aku, Tuhan.” Kepastian yang Allah berikan bahwa Dia menyertai saya sungguh menghibur saat saya merasa sangat sendirian dalam menghadapi momen-momen itu.

Penghapus Utang

Saya coba menahan air mata saat mencermati tagihan pengobatan saya. Mengingat gaji suami saya yang turun jauh jika dibandingkan dengan pekerjaan lamanya, membayar setengah dari jumlah tagihan itu saja memerlukan cicilan bulanan selama bertahun-tahun. Saya berdoa sebelum menelepon klinik untuk menjelaskan situasi kami dan meminta dibuatkan rencana pembayaran yang sanggup saya tanggung.

Memori yang Menguatkan Iman

Saat melangkah memasuki ruang ibadah yang dipenuhi dengan musik, saya melihat kerumunan orang yang telah berkumpul untuk merayakan malam Tahun Baru. Sukacita membuat hati saya melimpah dengan pengharapan, sembari mengingat kembali doa-doa yang dinaikkan setahun sebelumnya. Jemaat kami pernah berduka karena anak-anak yang bermasalah, kematian orang-orang yang dikasihi, kehilangan pekerjaan, dan hubungan yang retak. Namun, kami juga mengalami anugerah Allah saat mengingat orang-orang yang hatinya diubahkan dan hubungannya dipulihkan. Kami merayakan kemenangan, pernikahan, wisuda, dan baptisan. Kami menyambut anak-anak yang lahir, yang diadopsi, dan yang diserahkan kepada Tuhan, dan masih banyak lagi.

Pengharapan Kekal

Seminggu sebelum Natal, dua bulan setelah ibu saya wafat, urusan belanja dan dekorasi Natal sama sekali tidak menjadi prioritas saya. Saya menolak upaya suami yang ingin menghibur saya di saat saya masih berduka karena kehilangan seorang ibu yang sangat beriman. Saya jengkel saat anak kami, Xavier, membentangkan dan memasang untaian lampu Natal ke dinding rumah. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, ia menyalakan lampu Natal tersebut sebelum ia dan ayahnya berangkat kerja.

Mempercayai Allah meski Ragu

Karena cedera yang terjadi pada tahun 1992, saya mengalami sakit kronis pada punggung bagian atas, bahu, dan leher saya. Selama momen-momen yang paling menyiksa dan menyakitkan, tidaklah mudah untuk selalu mempercayai atau memuji Tuhan. Namun ketika rasa sakitnya tak tertahankan, kehadiran Allah yang setia selalu menghibur saya. Dia menguatkan dan meyakinkan saya akan kebaikan-Nya yang tidak berubah, kuasa-Nya yang tak terbatas, dan anugerah-Nya yang menopang saya. Ketika tergoda untuk meragukan Tuhan, saya dikuatkan oleh teladan iman dari Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Mereka menyembah Allah dan percaya bahwa Dia menyertai mereka, bahkan dalam situasi sulit yang sepertinya tanpa jalan keluar.

Melihat Mahakarya

Ayah saya bekerja sebagai pembuat tempat anak panah yang dirancang khusus sesuai pesanan para pemanah. Ia mengukir gambar satwa liar dengan detail rumit di atas potongan kulit, sebelum menjahit potongan-potongan tersebut menjadi satu.

Mengingat-ingat Kesetiaan Allah

Sebelum saya dan suami menyerahkan hidup kami kepada Kristus, kami sedang terpikir untuk bercerai. Namun setelah berkomitmen untuk mengasihi dan menaati Allah, kami pun memperbarui janji pernikahan kami. Kami meminta bimbingan dari sesama dan mengundang Roh Kudus untuk mengubah kami masing-masing dan sebagai pasangan. Allah Bapa terus menolong kami membangun komunikasi yang sehat. Dia mengajar kami mengasihi dan mempercayai-Nya—dan mengasihi serta mempercayai satu sama lain—apa pun yang akan terjadi.