Penghapus Utang
Saya coba menahan air mata saat mencermati tagihan pengobatan saya. Mengingat gaji suami saya yang turun jauh jika dibandingkan dengan pekerjaan lamanya, membayar setengah dari jumlah tagihan itu saja memerlukan cicilan bulanan selama bertahun-tahun. Saya berdoa sebelum menelepon klinik untuk menjelaskan situasi kami dan meminta dibuatkan rencana pembayaran yang sanggup saya tanggung.
Memori yang Menguatkan Iman
Saat melangkah memasuki ruang ibadah yang dipenuhi dengan musik, saya melihat kerumunan orang yang telah berkumpul untuk merayakan malam Tahun Baru. Sukacita membuat hati saya melimpah dengan pengharapan, sembari mengingat kembali doa-doa yang dinaikkan setahun sebelumnya. Jemaat kami pernah berduka karena anak-anak yang bermasalah, kematian orang-orang yang dikasihi, kehilangan pekerjaan, dan hubungan yang retak. Namun, kami juga mengalami anugerah Allah saat mengingat orang-orang yang hatinya diubahkan dan hubungannya dipulihkan. Kami merayakan kemenangan, pernikahan, wisuda, dan baptisan. Kami menyambut anak-anak yang lahir, yang diadopsi, dan yang diserahkan kepada Tuhan, dan masih banyak lagi.
Pengharapan Kekal
Seminggu sebelum Natal, dua bulan setelah ibu saya wafat, urusan belanja dan dekorasi Natal sama sekali tidak menjadi prioritas saya. Saya menolak upaya suami yang ingin menghibur saya di saat saya masih berduka karena kehilangan seorang ibu yang sangat beriman. Saya jengkel saat anak kami, Xavier, membentangkan dan memasang untaian lampu Natal ke dinding rumah. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, ia menyalakan lampu Natal tersebut sebelum ia dan ayahnya berangkat kerja.
Mempercayai Allah meski Ragu
Karena cedera yang terjadi pada tahun 1992, saya mengalami sakit kronis pada punggung bagian atas, bahu, dan leher saya. Selama momen-momen yang paling menyiksa dan menyakitkan, tidaklah mudah untuk selalu mempercayai atau memuji Tuhan. Namun ketika rasa sakitnya tak tertahankan, kehadiran Allah yang setia selalu menghibur saya. Dia menguatkan dan meyakinkan saya akan kebaikan-Nya yang tidak berubah, kuasa-Nya yang tak terbatas, dan anugerah-Nya yang menopang saya. Ketika tergoda untuk meragukan Tuhan, saya dikuatkan oleh teladan iman dari Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Mereka menyembah Allah dan percaya bahwa Dia menyertai mereka, bahkan dalam situasi sulit yang sepertinya tanpa jalan keluar.
Melihat Mahakarya
Ayah saya bekerja sebagai pembuat tempat anak panah yang dirancang khusus sesuai pesanan para pemanah. Ia mengukir gambar satwa liar dengan detail rumit di atas potongan kulit, sebelum menjahit potongan-potongan tersebut menjadi satu.
Mengingat-ingat Kesetiaan Allah
Sebelum saya dan suami menyerahkan hidup kami kepada Kristus, kami sedang terpikir untuk bercerai. Namun setelah berkomitmen untuk mengasihi dan menaati Allah, kami pun memperbarui janji pernikahan kami. Kami meminta bimbingan dari sesama dan mengundang Roh Kudus untuk mengubah kami masing-masing dan sebagai pasangan. Allah Bapa terus menolong kami membangun komunikasi yang sehat. Dia mengajar kami mengasihi dan mempercayai-Nya—dan mengasihi serta mempercayai satu sama lain—apa pun yang akan terjadi.
Kita Punya Kuasa!
Suara retakan yang keras itu mengejutkan saya. Saat menyadari suara apa itu, saya segera lari ke dapur. Ternyata tanpa sengaja, saya telah menekan tombol start pada perangkat pembuat kopi yang kosong. Setelah mencabut steker, saya menggapai pegangan dari teko kaca itu. Lalu saya menyentuh bagian bawahnya untuk memastikan teko itu tidak terlalu panas saat diletakkan di meja keramik. Namun, permukaan halus dari bagian bawah teko itu membakar ujung jemari saya dan membuat kulit melepuh.
Manis, Asam, dan Pahit
Saat putra kami yang masih batita menggigit irisan lemon untuk pertama kalinya, ia mengerutkan hidung, menjulurkan lidah, dan memejamkan matanya. “A-cem,” katanya (asam).
Tunduk kepada Sang Raja
Saya sempat melontarkan kata-kata pedas kepada suami saat berada dalam situasi yang tidak sejalan dengan kemauan saya. Setelah itu, saya pun menolak otoritas Roh Kudus yang berusaha mengingatkan saya pada ayat-ayat Alkitab yang menyingkapkan perilaku saya yang berdosa itu. Apakah sikap saya yang keras kepala itu sepadan dengan dampak buruk yang terjadi dalam pernikahan saya, dan sepadan dengan ketidaktaatan saya kepada Allah? Tentu saja tidak! Namun ketika akhirnya saya meminta pengampunan dari Tuhan dan dari suami saya, saya telah meninggalkan luka membekas yang terjadi akibat saya mengabaikan nasihat yang bijak dan merasa tidak perlu bertanggung jawab kepada siapa pun.