Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Xochitl Dixon

Anugerah yang Mengubah Hidup

Saya dan suami menyapa kaum muda di gereja kami sambil membagikan Alkitab kepada mereka. Saya berkata, “Allah akan menggunakan anugerah tak ternilai ini untuk mengubah hidup kalian.” Malam itu, beberapa siswa berkomitmen untuk membaca Injil Yohanes bersama-sama. Kami rajin mengajak mereka untuk membaca Alkitab dan mengajarkan mereka firman Tuhan setiap minggu di rumah kami. Lebih dari 10 tahun kemudian, saya bertemu dengan salah satu siswa kami. “Saya masih menggunakan Alkitab pemberianmu,” katanya. Saya bersyukur melihat bukti pertumbuhan iman di dalam kehidupannya.

Setiap Momen Itu Berharga

Ketika kapal Titanic menabrak gunung es pada April 1912, Pendeta John Harper berhasil mengamankan tempat untuk putrinya yang berusia enam tahun dalam salah satu sekoci yang jumlahnya terbatas. Ia lalu memberikan rompi pelampungnya kepada seorang penumpang lain dan memberitakan Injil kepada setiap orang yang mau mendengarkannya. Ketika kapal itu tenggelam dan ratusan orang menantikan penyelamatan yang tak kunjung datang, Harper berenang dari satu orang ke orang lain sambil berkata, “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat” (Kis. 16:31).

Ketaatan Penuh Kasih

Pada upacara pernikahan kami, pendeta bertanya kepada saya, “Bersediakah engkau berjanji untuk mencintai, menghormati, dan menaati suamimu, hingga maut memisahkan kalian?” Sambil menatap calon suami saya, saya berbisik, “Taat?” Kami sudah membangun hubungan kami berdasarkan rasa cinta dan hormat—bukan ketaatan buta, seperti yang saya pikir dimaksudkan dalam janji pernikahan itu. Saya betul-betul menggumulkan makna kata taat tersebut, sebelum kemudian berkata, “Ya, saya bersedia.”

Kasih Allah Tak Terkalahkan

Ketika Xavier, anak saya yang sekarang sudah dewasa, masih duduk di bangku taman kanak-kanak, ia pernah membentangkan tangannya lebar-lebar dan berkata, “Aku sayang Mama sebesar ini.” Lalu saya membentangkan tangan saya lebih lebar lagi dan berkata, “Mama menyayangimu sebesar ini.” Sambil berkacak pinggang, Xavier berkata, “Aku sayang Mama lebih dulu.” Saya menggeleng. “Mama sudah menyayangimu sewaktu Allah menaruhmu dalam rahim Mama.” Xavier melotot. “Oke, Mama menang.” “Kita berdua menang,” kata saya, “karena Yesus mengasihi kita berdua terlebih dulu.”

Aku Mendengar-Mu, Ya Allah!

Seorang bayi bernama Graham terus meronta-ronta di pangkuan ibunya saat para dokter memasang alat bantu dengar pertamanya. Namun, sesaat setelah dokter menyalakan alat tersebut, Graham berhenti menangis. Matanya melebar dan ia tersenyum. Ia dapat mendengar suara ibunya yang menenangkan, menyemangati, dan memanggil namanya.

Pemimpin bagi Kerajaan Allah

Ketika saya bergabung dalam sekelompok penulis buku anak Kristen yang berkomitmen untuk saling mendoakan dan mempromosikan karya satu sama lain, beberapa pihak berkomentar bahwa kami ini “konyol karena bekerja bersama pesaing.” Namun, kelompok kami telah berkomitmen untuk memegang prinsip kepemimpinan yang mengutamakan Kerajaan Allah dan lebih mendorong kebersamaan daripada persaingan. Kami memiliki tujuan yang sama—menyebarkan Injil. Kami melayani Raja yang sama—Yesus. Bersama, kami dapat menjangkau lebih banyak jiwa lewat kesaksian kami bagi Kristus.

Allah yang Menciptakan Segalanya

Anak saya yang berumur tiga tahun, Xavier, meremas tangan saya saat kami memasuki Akuarium Monterey Bay di California. Ia menunjuk patung paus bungkuk berukuran asli yang tergantung pada langit-langit akuarium. “Besar sekali!” serunya dengan gembira, sambil kami terus menjelajahi setiap koleksi yang ditampilkan di sana. Kami tertawa ketika sekawanan berang-berang mencipratkan air saat diberi makan. Kami berdiri membisu di depan kaca akuarium yang berukuran raksasa, terpesona oleh ubur-ubur cokelat keemasan yang menari dalam air berwarna biru elektrik. “Allah menciptakan setiap makhluk di dalam laut,” saya berkata, “sama seperti Dia menciptakan Xavier dan Mama.” Xavier berbisik, “Wow.”

Dalam Tangan Allah yang Pengasih

Ketika kondisi kesehatan saya kembali merosot, saya mengkhawatirkan apa yang mungkin terjadi dan keadaan yang tidak dapat saya kendalikan. Suatu hari, ketika membaca sebuah artikel di majalah Forbes, saya mengetahui bahwa para ilmuwan menemukan adanya peningkatan dalam “kecepatan rotasi Bumi” dan menyatakan bahwa Bumi terus “bergoyang” dan “berputar lebih cepat”. Mereka berpendapat bahwa “untuk pertama kalinya dalam sejarah, kita mungkin perlu menghapus satu detik dari waktu global.” Kehilangan satu detik tampaknya tidak berarti, tetapi mengetahui bahwa rotasi Bumi dapat berubah adalah hal besar bagi saya. Bahkan ketidakstabilan sedikit saja bisa membuat iman saya goyah. Namun, kesadaran bahwa Allah mengendalikan segalanya telah menolong saya untuk tetap mempercayai-Nya, bagaimanapun menakutkannya ketidaktahuan saya atau rapuhnya keadaan saya.

Siklus Kasih Allah yang Agung

Sebagai seseorang yang baru percaya kepada Tuhan Yesus di usia 30 tahun, saya menyimpan banyak pertanyaan setelah menyerahkan hidup saya kepada-Nya. Ketika saya mulai membaca Alkitab, semakin banyak pertanyaan yang muncul. Saya pun menghubungi seorang teman sambil mengeluh, “Bagaimana mungkin saya menaati semua perintah Allah? Saya baru saja membentak suami saya pagi ini!”