Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Xochitl Dixon

Kuasa Kristus

Pada tahun 2013, sekitar enam ratus orang saksi mata menyaksikan Nik Wallenda, seorang pemain akrobat udara, berjalan di atas tali yang membentang untuk melintasi ngarai selebar hampir 425 meter di dekat Grand Canyon. Wallenda menapakkan kaki-kakinya ke atas kabel baja setebal 5 cm dan mengucap syukur kepada Tuhan Yesus untuk pemandangan yang indah sementara kamera pada kepalanya terarah ke lembah di bawahnya. Ia berdoa dan memuji Tuhan sambil melangkah melintasi ngarai dengan tenang, seolah-olah sedang berjalan santai di atas trotoar. Ketika angin bertiup kencang, ia berhenti dan berjongkok sejenak. Lalu ia bangkit lagi dan mengembalikan keseimbangannya, bersyukur kepada Allah yang “menenangkan kabel itu”. Dalam setiap langkah di atas rentangan kabel itu ia menunjukkan ketergantungannya kepada kuasa Kristus di hadapan semua orang yang mendengarkannya saat itu, dan juga sekarang ketika videonya ditonton di seluruh dunia.

Allah Selamanya Setia

Ketika Xavier masih duduk di bangku sekolah dasar, saya biasa mengantar-jemput dirinya. Suatu hari, terjadi sesuatu yang di luar rencana. Saya terlambat menjemputnya. Setelah memarkir mobil, saya pun berlari tergesa-gesa ke ruang kelasnya. Saya menemukannya sedang duduk di sebelah seorang guru sambil memeluk tasnya. “Maafkan Mama, Mijo. Kamu baik-baik saja?” Ia menghela napas. “Tidak apa-apa, Ma, tapi aku marah karena Mama terlambat.” Saya tidak menyalahkannya. Saya juga marah kepada diri saya sendiri. Saya menyayangi putra saya, tetapi saya tahu saya akan sering mengecewakannya. Saya juga tahu suatu hari nanti ia mungkin akan merasa kecewa kepada Allah. Karena itu saya berusaha keras untuk mengajarinya kebenaran bahwa Allah tidak pernah dan tidak akan pernah ingkar janji.

Butuh Anugerah Ekstra

Sewaktu kami mendekor untuk sebuah acara gereja, wanita yang menjabat sebagai ketua tim dekorasi mengeluhkan pengalaman saya yang masih kurang. Setelah ia pergi, seorang wanita lain menghampiri saya. “Tidak usah dimasukkan ke hati. Ia kami juluki sebagai B.A.E.—Butuh Anugerah Ekstra.”

Meniru Yesus

Ada hewan penyamar lihai yang hidup di perairan Indonesia dan kawasan Karang Penghalang Besar (Great Barrier Reef). Seperti jenis gurita lainnya, gurita peniru ini dapat mengubah warna kulitnya agar dapat melebur dengan sekitarnya. Namun, makhluk cerdas tersebut juga bisa mengubah bentuk, pola gerak, dan perilakunya saat terancam dengan menirukan hewan-hewan lain seperti ikan lepu dan ular laut yang berbisa.

Langkah demi Langkah

Dua belas tim, masing-masing beranggotakan tiga orang yang bersisian, tengah bersiap-siap menempuh lomba “empat kaki”. Lutut dan tungkai anggota yang berada di tengah diikat menjadi satu dengan kaki rekan-rekan setimnya di kiri dan kanan menggunakan kain warna-warni. Kemudian, ketiganya akan memusatkan perhatian mereka kepada garis finis. Ketika peluit dibunyikan, sejumlah tim langsung melangkah maju. Banyak dari mereka yang jatuh dan sulit untuk bangkit kembali. Sebagian kecil tim memutuskan untuk melompat daripada berjalan. Sebagian lagi memilih untuk menyerah. Namun, ada satu tim yang tidak terburu-buru melangkah. Mereka memastikan lagi strategi yang akan ditempuh, dan terus berkomunikasi sepanjang lomba. Mereka sempat tersandung, tetapi bangkit lagi bersama-sama, hingga akhirnya mengalahkan semua tim yang lain. Kemauan mereka untuk bekerja sama, langkah demi langkah, memampukan mereka melewati garis akhir bersama-sama.

Dalam Jangkauan Allah

Setelah seorang petugas menggeledah saya, saya pun masuk ke dalam gedung penjara, menandatangani daftar pengunjung, dan duduk di lobi yang ramai. Saya berdoa dalam hati, sambil memperhatikan orang-orang dewasa yang gelisah dan anak-anak yang mengeluh karena harus menunggu. Satu jam lebih kemudian, seorang penjaga penjara memanggil sejumlah nama termasuk nama saya. Ia membawa kami ke dalam sebuah ruangan dan menyuruh kami duduk di kursi yang telah disediakan. Kemudian putra tiri saya duduk di depan saya, di balik jendela kaca tebal yang memisahkan kami, lalu mengangkat gagang telepon. Ketika itu, perasaan tak berdaya pun menguasai saya. Namun, saat saya menangis, Allah meyakinkan saya bahwa putra tiri saya masih berada dalam jangkauan-Nya.

Allah Melihat, Mengerti, dan Peduli

Adakalanya menjalani hidup dengan sakit dan kelelahan yang kronis membuat saya terisolasi di rumah dan merasa sendirian. Saya sering merasa tidak terlihat oleh Allah dan sesama. Suatu pagi buta, saya bergumul dengan perasaan itu ketika sedang berdoa sambil berjalan-jalan bersama anjing saya. Kemudian saya melihat sebuah balon udara di kejauhan. Orang-orang di dalam keranjang balon itu dapat menikmati pemandangan lingkungan kami yang tenang dari atas, tetapi mereka tidak bisa melihat saya. Sambil terus berjalan melewati rumah-rumah tetangga, saya menghela napas sambil berpikir, Di balik pintu-pintu rumah ini, berapa banyak orang yang merasa tidak terlihat dan tidak penting? Selesai berjalan pagi, saya meminta Allah memberi saya kesempatan untuk mengungkapkan kepada para tetangga bahwa saya—dan Allah—melihat serta mempedulikan mereka.

Mengasihi Seperti Yesus

Seorang pria muda yang mengenakan celana bahan dan kemeja rapi duduk di sebuah bangku stasiun sembari menunggu kereta di Atlanta, Georgia. Melihat pria itu kesulitan memasang dasi, seorang wanita tua mendorong sang suami untuk membantunya. Saat lelaki tua itu membungkuk dan mengajari si pemuda mengikat dasinya, seorang asing mengambil foto ketiganya. Ketika foto tersebut menjadi viral, banyak yang meninggalkan komentar positif tentang pentingnya berbuat baik kepada sesama.

Air Mata Syukur

Bertahun-tahun lalu, saya pernah merawat ibu saya yang dirawat secara paliatif. Saya bersyukur atas empat bulan yang Allah berikan kepada saya untuk dapat merawat beliau. Saya juga meminta-Nya untuk menolong saya melewati masa duka. Sering kali saya bergumul untuk dapat memuji Allah di tengah gejolak emosi yang saya rasakan. Namun, saat ibu saya mengembuskan napas terakhir dan saya menangis tak terkendali, saya bisa membisikkan “Haleluya.” Saya sempat merasa bersalah karena bersyukur kepada Allah dalam momen duka itu, tetapi bertahun-tahun kemudian, pemahaman saya berubah setelah saya merenungkan Mazmur 30 dengan lebih dalam.