Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Xochitl Dixon

Identitas yang Benar

Seorang teman mengamati foto-fotonya hasil jepretan saya, lalu menunjuk bagian-bagian tubuh yang dianggapnya tidak sempurna. Saya memintanya untuk melihat lebih dekat lagi. “Aku melihat putri cantik kesayangan Raja segala Raja yang Mahakuasa,” kata saya. “Aku melihat sosok seseorang yang sangat mengasihi Allah dan sesama, yang kebaikan, kemurahan, dan kesetiaannya yang tulus telah memberi dampak dalam hidup begitu banyak orang.” Ketika melihat air mata menggenang di matanya, saya berkata, “Kurasa kamu butuh mahkota!” Sore itu kami memilih mahkota yang sempurna untuk teman saya agar ia tidak pernah melupakan identitas sejatinya.

Berbagi Harapan

Ketika Emma bercerita bagaimana Allah telah menolongnya melihat dirinya sendiri sebagai anak Allah yang terkasih, ia kerap menyelipkan ayat-ayat Alkitab ke dalam percakapan kami. Saya hampir tidak bisa membedakan kata-katanya sendiri dengan ayat-ayat Alkitab. Saat saya memujinya sebagai Alkitab berjalan, alisnya berkerut. Ia bukan sengaja mengutip ayat-ayat, tetapi karena membacanya setiap hari, hikmat Kitab Suci pun menjadi bagian dari kosa katanya sehari-hari. Ia bersukacita mengalami kehadiran Allah yang tidak berubah, sekaligus menikmati setiap kesempatan yang Dia berikan untuk membagikan kebenaran-Nya kepada orang lain. Namun, Emma bukanlah anak muda pertama yang dipakai Allah untuk menginspirasi orang lain agar membaca, menghafal, dan menerapkan Kitab Suci dengan sungguh-sungguh.

Hidup untuk Melayani 

Setelah Chelsea, 10, menerima seperangkat alat lukis lengkap, ia menyadari bahwa Allah menggunakan seni untuk menghiburnya saat ia sedang merasa sedih. Ketika tahu ada sebagian anak yang tidak memiliki peralatan lukis, ia ingin membantu mereka. Jadi, saat ia berulang tahun, Chelsea meminta teman-temannya untuk tidak memberinya hadiah. Sebaliknya, ia mengajak mereka menyumbangkan peralatan lukis dan membantunya mengepak hadiah untuk anak-anak yang membutuhkan tersebut. 

Di Mana Pun Kita Menyembah

Rasa sakit kepala hebat yang tidak tertahankan membuat saya, lagi-lagi, tidak bisa beribadah di gereja. Saya lalu mengikuti ibadah secara daring, sambil menyesali hilangnya kesempatan beribadah bersama jemaat lainnya. Awalnya, saya banyak mengeluh. Kualitas suara dan gambar yang buruk membuat saya terganggu. Namun, kemudian terdengar suara dari video itu menyanyikan himne yang sudah akrab di telinga. Air mata saya mengalir sembari menyanyikan: “Kaulah, ya Tuhan, Surya hidupku; asal Kau ada, yang lain tak perlu. Siang dan malam Engkau kukenang; di hadirat-Mu jiwaku tenang!” (Kidung Jemaat No. 405). Dengan berfokus pada kehadiran Allah yang setia, saya pun menyembah Dia sambil duduk di ruang tamu rumah saya.

Allah Mengerti Perasaan Kita

Hati teman saya, Sierra, terasa pilu saat memikirkan anak lelakinya yang berjuang melawan kecanduan. “Aku merasa begitu kacau,” katanya. “Apakah menurut Tuhan aku tidak beriman karena aku tidak bisa berhenti menangis saat berdoa?”

Akhir yang Sangat Indah

Suatu hari, suami dan anak saya memindah-mindahkan saluran televisi untuk mencari dan menonton film kesukaan mereka. Sayangnya, mereka menemukan ternyata film-film tersebut sudah mulai. Karena mereka menikmati kisah akhir dari sebuah film, pencarian tersebut menjadi semacam permainan bagi mereka. Mereka pun menemukan delapan film yang kisah akhirnya ingin mereka lihat. Karena geregetan, saya bertanya mengapa mereka tidak memilih saja satu film untuk ditonton dari awal. Sambil tertawa, suami saya menjawab, “Semua orang suka akhir cerita yang indah, bukan?”

Tersedia bagi Semua Orang

Dari jembatan buatan manusia di Eleuthera, sebuah pulau kecil di Karibia, para pelancong dapat mengagumi perbedaan tajam antara perairan berombak berwarna biru tua dari Samudra Atlantik dan air tenang berwarna biru kehijauan dari Laut Karibia. Seiring berjalannya waktu, badai mengikis habis sebidang tanah asli yang pernah menjadi tempat bagi sebuah lengkungan batu alami. Jembatan yang sekarang menjadi daya tarik bagi wisatawan di Eleuthera itu dikenal sebagai “tempat tersempit di bumi”.

Hidup yang Tak Ternilai dalam Kristus

Sambil berlinang air mata dan dikuasai rasa panik, saya mencari-cari cincin kawin dan cincin ulang tahun pernikahan saya. Setelah satu jam mencari di antara bantal-bantal sofa dan menyisir setiap sudut dalam rumah kami, Alan berkata, “Aku ikut menyesal. Sudahlah, nanti kita beli lagi cincin yang baru.” 

Kebohongan dan Kebenaran

Saya meletakkan Alkitab saya di atas mimbar sambil menatap wajah-wajah yang menantikan saya berbicara. Saya sudah berdoa dan mempersiapkan diri dengan baik. Namun, mengapa lidah saya terasa kelu?