“Kita hanya akan merasa terganggu, kecewa dan sulit mengatasi masalah jika kita berfokus pada diri sendiri. Kita merasa masalah itu begitu menghambat tujuan dan rencana kita, sehingga kita tidak bisa melihat apa yang hendak Tuhan kerjakan.” Ini pelajaran berharga yang dipetik Albert Lee, salah satu pemimpin pelayanan ODB di Singapura, dari tahun-tahun pelayanannya.

Pelajaran dari Tuhan itu menolongnya untuk memandang krisis yang melanda Indonesia di tahun 1998 secara berbeda. Ketika kebanyakan orang melihat dampak krisis tersebut sebagai hambatan besar untuk pelayanan ODB Indonesia yang baru saja dimulai, Albert justru melihat berbagai kesempatan yang Tuhan bukakan.

Pertama, Tuhan menolong Albert melihat bahwa itu saat yang tepat bagi ODB untuk dapat memiliki kantor sendiri. Krisis membuat tanah dan bangunan di Indonesia menjadi sangat terjangkau. Tanpa membuang waktu, Albert mengajak para pemimpin ODB bergerak cepat, membeli tanah dan memulai proses pembangunan kantor ODB Indonesia di Taman Semanan Indah Jakarta Barat.

Kedua, Tuhan menolong Albert melihat bagaimana ODB Indonesia dapat menjadi berkat di tengah masa krisis. Ia mengamati bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mendukung kebutuhan percetakan di Asia Pasifik, karena negara ini memproduksi kertas sendiri dan sangat efisien dalam melakukan pengiriman. Pada saat yang sama, di Indonesia ada jutaan orang yang kehilangan pekerjaan akibat krisis yang terjadi. Albert pun mendorong kantor ODB Indonesia yang baru mengambil peran sebagai pusat percetakan (print hub) untuk Asia Pasifik. Dengan peran baru itu, ODB Indonesia dapat membuka kesempatan kerja bagi cukup banyak orang untuk melakukan pengemasan dan pengiriman barang.

Salah satu negara yang segera merasakan dampaknya adalah Australia. Sistem pos di negara itu memiliki ketentuan khusus. Bila tidak diikuti, pengguna jasa pos harus membayar tarif yang sangat mahal. Karena selama ini buku-buku renungan dicetak dan dikemas dengan mesin di Amerika, ketentuan khusus itu sulit dipenuhi. Namun, dengan adanya pusat percetakan baru di Indonesia, masalah itu terpecahkan. Buku-buku dapat dikemas secara manual menurut ketentuan sistem pos mereka. Puluhan ribu dolar bisa dihemat dari biaya pos, dan dana itu bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan lainnya.

Masalah akan selalu ada, kita tidak bisa menghindarinya. Ketika kita berfokus pada diri sendiri dan keterbatasan-keterbatasan yang ada, kita akan kesulitan mengatasi masalah dan tidak bisa melihat rencana Tuhan yang ingin memakai kita menjadi saluran berkat-Nya bagi dunia. Namun, kita dapat memilih untuk mengalihkan fokus keluar diri kita, dengan mulai memperhatikan berbagai kebutuhan di sekitar kita dan meminta hikmat dari Tuhan untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan tersebut (Yakobus 1:5). Dalam hikmat-Nya, kita dapat melihat kesempatan demi kesempatan untuk bergerak menjadi berkat di tengah masalah yang tadinya tampak mustahil untuk dilewati.