Month: September 2019

Saya Mau

Shirley baru saja duduk santai setelah melalui hari yang sangat padat. Lalu ia memandang ke luar jendela dan melihat sepasang orang lanjut usia sedang bersusah payah memindahkan sepotong pagar tua yang boleh diambil orang secara cuma-cuma. Shirley memanggil suaminya, lalu mereka keluar untuk membantu pasangan tua tersebut. Dengan susah payah, mereka berempat mengangkat potongan pagar tadi ke atas gerobak dan mendorongnya di jalan raya sampai tiba di rumah pasangan tersebut. Di sepanjang jalan mereka tertawa-tawa membayangkan bagaimana orang-orang pasti bingung melihat apa yang mereka lakukan. Ketika kembali untuk mengambil potongan lain dari pagar tersebut, si wanita bertanya kepada Shirley, “Mau jadi temanku?” “Ya, saya mau,” jawab Shirley. Ia kemudian mengetahui bahwa teman-teman barunya itu berasal dari Vietnam dan kurang lancar berbahasa Inggris. Pasangan itu merasa kesepian karena anak-anak mereka sudah dewasa dan pindah ke kota lain yang jauh dari situ.

Kata Terakhir

Nama perempuan itu Saralyn, dan saya sempat menaksirnya semasa sekolah dahulu. Tawanya menyenangkan. Saya tidak yakin ia mengetahui perasaan saya, tapi saya rasa ia tahu. Setelah lulus, saya putus kontak dengannya. Seperti yang sering terjadi dalam kehidupan ini, hidup kami berjalan ke arah yang berbeda.

Apakah Saya Orang Baik?

Kebanyakan dari kita ingin menjadi orang baik karena kita dibesarkan dengan keyakinan bahwa menjadi orang baik adalah hal yang “benar”, kita juga diajari bahwa orang baik akan mendapat pahala berupa kebahagiaan, kemakmuran, bahkan kehidupan yang lebih baik setelah meninggal dunia. Namun, seperti apa “baik” itu? Apa sebenarnya arti menjadi orang “baik”?

Terang bagi Jalan Kita

Restoran itu indah, tetapi gelap gulita. Hanya ada sebatang lilin kecil berkedip-kedip di setiap meja. Agar dapat membaca menu, memandang teman semeja, bahkan melihat apa yang mereka makan, para tamu menggunakan telepon genggam mereka sebagai sumber cahaya.

Menjadi Pribadi yang “Baik”

SEBAGIAN BESAR ORANG TUA ingin anak-anaknya menjadi orang baik. Mereka menetapkan standar yang tinggi bagi mereka, mengajarkan cara mencapai standar-standar itu, dan membantu mereka ketika gagal—karena orangtua mengasihi anak-anaknya.

Demikian pula Allah sebagai Bapa surgawi yang mengasihi kita sangat rindu agar kita menjadi pribadi yang baik. Namun, Dia tahu bahwa kita tidak sempurna dan takkan pernah berhasil dengan usaha sendiri.…

Contoh “Kebaikan” yang Sempurna

SAMPAI DI SINI, kita sudah menelaah apa artinya menjadi orang “baik” dari perspektif manusia. Mungkin kita bisa merenungkan persoalannya dari sudut yang lain dan bertanya: Siapakah yang lebih layak serta mampu menentukan apa yang baik?

Lihatlah penggaris yang kita pakai untuk mengukur berbagai benda. Penggaris adalah “standar” fisik yang kita jadikan tolok ukur untuk menentukan panjang suatu objek, misalnya meja.…

Ketika “Baik” itu Relatif

MARI KITA RENUNGKAN apa yang terjadi ketika setiap orang punya definisi “baik” yang subjektif dan tidak sempurna. Ada beberapa kemungkinan:

Pertama, kita memilih aturan-aturan sendiri. Ketika masyarakat tidak bisa sepakat tentang apa yang benar dan salah, setiap individu akan mengandalkan nilai moralnya masing-masing. Namun, mengingat hati nurani kita tidak sempurna, cara ini tidak ideal. Para berandal yang merampok saya mungkin merasa…