Hidup Rapuh di Tengah Cincin Api
Sepanjang sejarah, manusia telah menorehkan banyak prestasi dan penemuan yang membuat kehidupan menjadi lebih mudah. Namun, segala pencapaian itu tidak serta merta menghilangkan sebuah realitas: bahwasanya kita adalah ciptaan yang rapuh.
Diselamatkan dari Musuh yang Kuat
Pada tahun 2010, di usia 94 tahun, George Vujnovich dianugerahi medali Bronze Star atas jasanya mengorganisir yang disebut oleh koran New York Times sebagai “salah satu upaya penyelamatan terbesar pada Perang Dunia II”. Vujnovich, putra imigran Serbia, adalah anggota Angkatan Darat AS. Ketika datang kabar bahwa para penerbang Amerika yang tertembak jatuh dilindungi oleh para pemberontak di Yugoslavia, Vujnovich kembali ke negeri leluhurnya, dengan melakukan terjun payung di hutan untuk menemukan pilot-pilot tersebut. Ia membagi para tentara ke dalam beberapa kelompok kecil, lalu mengajarkan kepada mereka bagaimana caranya membaur dengan warga Serbia (mengenakan pakaian dan makan makanan Serbia). Berbulan-bulan lamanya ia mengantar kelompok kecil demi kelompok kecil ke pesawat angkut C-47 yang menunggu di landasan pendaratan kecil yang mereka bangun di tengah hutan. Vujnovich menyelamatkan 512 pria yang senang dan gembira karena bisa diselamatkan.
Suatu Kumpulan Besar
Kami semua berkumpul menghadiri kebaktian pernikahan hari itu dengan gembira. Meski tetap menjaga jarak karena pandemi COVID-19, kami menyambut baik kesempatan untuk merayakan pernikahan Gavin dan Tijana. Teman-teman kami asal Iran yang melek teknologi membantu menyiarkan acara ini kepada teman dan keluarga yang tersebar di Spanyol, Polandia, dan Serbia. Pendekatan kreatif ini membantu mengatasi kendala saat kami berbahagia merayakan janji pernikahan itu. Roh Allah mempersatukan kami dan memberi kami sukacita.
Hidup Rapuh di Tengah Cincin Api
Sepanjang sejarah, manusia telah menorehkan banyak prestasi dan penemuan yang membuat kehidupan menjadi lebih mudah. Namun, segala pencapaian itu tidak serta merta menghilangkan sebuah realitas: bahwasanya kita adalah ciptaan yang rapuh.
Tetaplah Bersatu
Pada tahun 1800-an, Gereja Baptis Dewberry pecah hanya gara-gara sepotong paha ayam. Ada berbagai versi cerita, tetapi menurut cerita seorang anggota gereja, awalnya dua pria bertengkar memperebutkan paha ayam pada acara makan bersama di gereja. Pria yang satu berkata, Allah ingin ia mendapatkan paha ayam itu. Yang lain berkata, Tuhan tidak peduli; dan ia sangat menginginkan ayam itu. Kedua pria itu sama-sama marah hingga salah seorang di antara mereka pindah beberapa kilometer jauhnya dan mendirikan Gereja Baptis Dewberry Kedua. Untunglah, kedua gereja itu telah menyelesaikan permasalahan mereka, dan semua orang sepakat bahwa alasan perpecahan tersebut benar-benar konyol.