Maju Terus, Tetap Teguh!
Dalam sajak berjudul “Rest” (Istirahat), sang penyair dengan halus menegur kecenderungan kita memisahkan waktu “istirahat” dari waktu “bekerja”. Ia bertanya, “Bukankah sungguh-sungguh istirahat / Berarti bekerja sungguh-sungguh?” Jika kita ingin mengalami istirahat yang sesungguhnya, alih-alih menghindar dari tanggung jawab dalam hidup ini, sang pujangga mendorong kita: “Lakukan yang terbaik; gunakan, jangan sia-siakan,—/Selain itu bukanlah istirahat. / Maukah kaulihat keindahan / Dekat denganmu? Di sekitarmu? / Hanya dengan kerja / Kauperoleh semua itu.”
Berjaga-jagalah!
Seorang pria dan beberapa temannya menyusup dan melewati gerbang sebuah resor ski yang sudah diberi peringatan “awas longsor salju” dan mulai bermain seluncur. Ketika berseluncur untuk kedua kalinya, seseorang berteriak, “Longsor!” Namun, pria itu tidak sempat menghindar dan lenyap ditelan longsoran salju. Beberapa orang mengkritik dirinya, dan menganggapnya “pemain pemula”. Sebenarnya, ia bukan pemain ski pemula, melainkan seorang pemandu bersertifikat untuk kegiatan ski di alam terbuka yang bersalju. Seorang peneliti berkata bahwa para pemain ski dan peseluncur yang paling terlatih justru yang paling mungkin melakukan kesalahan. “[Peseluncur salju itu] meninggal karena terlalu percaya diri sehingga tidak lagi waspada.”
Hidup Sudah Saleh, tapi Tetap Kena Sial
Musibah datang kadang tak pandang bulu. Apakah berbuat baik dan hidup saleh bisa jadi penangkal dari semua hal buruk?
Gunakan Suara Anda
Lisa menderita gagap sejak usia delapan tahun. Hal itu membuatnya takut menghadapi situasi-situasi sosial yang mengharuskan dirinya berbicara dengan orang lain. Namun, setelah mengikuti terapi wicara yang berhasil mengatasi gagapnya, Lisa memutuskan menggunakan suaranya untuk membantu orang lain. Ia pun melayani sebagai relawan konselor melalui telepon untuk menolong orang yang mengalami tekanan emosional.
Kebesaran Kasih Allah
Pada tahun 1917, Frederick Lehman, seorang pengusaha asal California yang sedang diterpa kesulitan keuangan, menulis lirik bagi himne “The Love of God” (Kasih Allah, KPPK 27). Ia dengan cepat menulis dua bait pertama lagu ini, tetapi pada bait ketiga ia merasa menemui jalan buntu. Ia pun teringat pada sebuah puisi yang ditemukannya bertahun-tahun silam. Puisi itu digoreskan pada dinding penjara oleh seorang tahanan, sebagai ungkapan kesadarannya yang mendalam akan kasih Allah. Matra puisi itu kebetulan cocok dengan himne yang ditulis Lehman. Ia pun menjadikannya sebagai isi bait ketiga dari himne tersebut.