Month: Februari 2025

Hina tetapi Dikasihi Allah

Pada suatu hari di gereja, saya menyapa sebuah keluarga yang sedang berkunjung. Saya berlutut di samping kursi roda gadis kecil dari keluarga itu, memperkenalkannya kepada anjing penolong saya, Callie, dan memuji kacamata serta sepatu bot merah mudanya yang cantik. Meski ia tidak dapat berbicara, senyumnya menunjukkan bahwa ia menikmati percakapan kami. Seorang gadis kecil lain menghampiri kami, tetapi menghindari kontak mata dengan teman baru saya tadi. Ia berbisik, “Tolong bilang kepadanya, aku suka gaunnya.” Saya berkata, “Kamu boleh bilang sendiri kepadanya. Dia baik, seperti kamu.” Saya menjelaskan betapa mudahnya berbicara dengan gadis tadi, meski ia berkomunikasi dengan cara berbeda. Selain itu, cara kita memandang serta tersenyum kepadanya akan membantu ia merasa diterima dan dikasihi.

Paradoks Visual Kristus

Himne “When I Survey the Wondrous Cross” (Memandang Salib yang Agung, KRI 211) adalah karya Isaac Watts, salah satu penulis lagu himne terbesar sepanjang masa. Dalam lirik sajaknya, ia menggunakan majas paradoks untuk menunjukkan tema yang kontras: “Kemuliaan pada diriku hanya kehinaan belaka.” Terkadang kita menyebut ungkapan semacam itu sebagai oksimoron, yaitu penggunaan kata-kata yang seakan saling bertentangan, seperti “perang saudara” dan “isak tangis bahagia.” Dalam lirik yang digubah Watts, penggunaan paradoksnya jauh lebih mendalam.

Kasih Bapa Kita

Kim duduk di dekat jendela, siap dengan tasnya, menunggu kedatangan ayahnya dengan penuh semangat. Namun, saat langit berubah gelap dan hari menjadi malam, antusiasmenya surut. Ia sadar, lagi-lagi ayahnya tidak datang.