Dia Mengubahku
Ketika John, pengelola rumah bordil terbesar di London, dijatuhi hukuman penjara, ia masih meyakini bahwa dirinya “orang baik”. Selama di penjara, ia memutuskan untuk menghadiri kegiatan pendalaman Alkitab dengan niat agar bisa menikmati kue dan kopi yang disuguhkan. Namun, ia sangat terkejut melihat bagaimana sesama narapidana di sana terlihat begitu bersukacita. John menangis saat lagu pertama dinyanyikan, lalu seseorang memberinya sejilid Alkitab. Sebuah ayat yang dibacanya dari kitab Yehezkiel membuatnya seperti “disambar petir”. Ayat yang mengubah hidupnya itu berbunyi: “Kalau orang fasik bertobat dari kefasikan yang dilakukannya dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, . . . ia pasti hidup, ia tidak akan mati” (Yeh. 18:27-28). Firman Tuhan membuka matanya dan membuatnya tersadar, “Aku bukan orang baik . . . aku orang jahat yang harus berubah.” Ketika berdoa dengan pembina rohani di penjara, ia berkata, “Aku sudah bertemu dengan Yesus Kristus dan Dia mengubahku.”
Kekuatan dalam Perjalanan
Pada suatu musim panas, saya menghadapi tugas yang tampaknya mustahil diselesaikan. Saya diminta untuk menulis tentang topik yang besar dengan tenggat yang pendek. Setelah beberapa hari berkutat sendirian, berusaha keras menuangkan buah pikiran saya ke atas kertas, saya merasa begitu lelah dan ciut sehingga rasanya ingin berhenti saja. Seorang teman yang bijaksana bertanya kepada saya, “Kapan terakhir kalinya kau merasa disegarkan? Mungkin sekali-sekali kau perlu beristirahat dan menikmati makanan yang enak.”
Berdiri Teguh
Di negara tempat tinggalnya, Adrian dan keluarganya mengalami penganiayaan karena iman mereka kepada Yesus. Namun, di tengah berbagai pergumulan itu mereka tetap menunjukkan kasih Kristus. Saat berdiri di halaman gereja yang temboknya dipenuhi bekas peluru karena digunakan para teroris sebagai sasaran latihan menembak, ia berkata, “Hari ini Jumat Agung. Saat bagi kita untuk mengenang bagaimana Yesus menderita bagi kita di kayu salib.” Penderitaan, lanjutnya, merupakan makanan sehari-hari orang-orang percaya di negaranya. Meski demikian, keluarganya memilih tetap tinggal di sana: “Kami masih di sini, dengan tetap berdiri teguh.”
Sudah Dibayar Lunas
“Apa yang kau alami?” tanya Zeal, seorang pengusaha Nigeria, sambil membungkukkan badannya di atas salah satu ranjang rumah sakit di Lagos. “Luka tembak,” jawab si pemuda yang pahanya diperban. Meski sudah cukup sehat untuk kembali ke rumah, pemuda itu tidak bisa pulang sebelum ia menyelesaikan tagihan rumah sakit—kebijakan yang diberlakukan di banyak rumah sakit pemerintah di wilayah tersebut. Setelah berkonsultasi dengan seorang pekerja sosial, Zeal diam-diam menanggung pembayaran tagihan tersebut melalui lembaga amal yang pernah ia dirikan sebagai wujud nyata dari imannya. Ia berharap orang-orang yang telah menerima berkat kebebasan itu kelak akan memberkati orang lain juga.
Janji Kuno
Pada tahun 1979, Dr. Gabriel Barkay dan timnya menemukan dua gulungan naskah berbahan perak di pekuburan di luar Kota Tua Yerusalem. Setelah diteliti secara saksama selama dua puluh lima tahun, pada tahun 2004 para ilmuwan mengonfirmasi bahwa kedua gulungan tersebut adalah naskah Alkitab tertua yang pernah ditemukan, yang terkubur sejak tahun 600 sm. Bagi saya, yang paling menyentuh adalah isi gulungan tersebut, yakni berkat imamat yang dikehendaki Allah untuk disampaikan kepada umat-Nya: “Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau; Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera” (Bil. 6:24-26).
Menunjukkan Kasih Karunia
“Ketika peristiwa tragis atau menyakitkan terjadi, terbuka kesempatan untuk menunjukkan kasih karunia atau sebaliknya, menuntut pembalasan,” kata seseorang yang baru saja berduka. “Saya memilih menunjukkan kasih karunia.” Istri pendeta Erik Fitzgerald tewas dalam kecelakaan mobil akibat seorang petugas pemadam kebakaran yang kelelahan tertidur saat mengemudikan mobilnya pulang. Jaksa penuntut umum bertanya apakah Erik ingin menuntut masa hukuman maksimal bagi pengemudi yang lalai itu. Namun, sang pendeta memilih memberikan pengampunan, sesuatu yang sudah sering ia khotbahkan. Erik dan pelaku itu bahkan kemudian berteman baik.
Tamu Malam Natal
Di Malam Natal tahun 1944, seorang pria tua yang dijuluki “Brinker” terbaring dalam kondisi sekarat di rumah sakit penjara. Ia menunggu dimulainya kebaktian Natal yang dipimpin oleh sesama tahanan di sana. “Kapan musiknya main?” tanyanya kepada William McDougall, sesama tahanan di penjara Muntok, Sumatra. “Sebentar lagi,” jawab McDougall. Pria yang sekarat itu pun membalas, “Bagus. Aku akan bisa membandingkannya nanti dengan nyanyian para malaikat.”
Hadiah dari Atas
Konon, pada zaman dahulu, seorang pria bernama Nicholas (lahir tahun 270 m), mendengar tentang seorang ayah yang sangat miskin. Saking miskinnya, ia tidak bisa memberi makan ketiga anak perempuannya, apalagi menyisihkan dana untuk pernikahan mereka di masa mendatang. Dalam upayanya membantu sang ayah, tetapi tanpa ingin diketahui oleh siapa pun, Nicholas melempar sekantong emas melalui jendela yang terbuka, dan kantong itu mendarat di dalam kaus kaki atau sepatu yang sedang dikeringkan di depan perapian. Pria itu dikenal sebagai Santo Nicholas, yang kemudian menjadi inspirasi bagi tokoh Sinterklas.
Perlindungan dari Badai
Konon, pada tahun 1763, seorang pendeta muda yang sedang menyusuri jalan setapak di bibir tebing di Somerset, Inggris, harus menyusup ke sebuah gua untuk menyelamatkan diri dari sambaran petir dan hujan yang sangat deras. Saat memandang ke arah Ngarai Cheddar, ia merenungkan anugerah perlindungan dan damai sejahtera yang dimilikinya di dalam Tuhan. Sambil menunggu badai reda, ia pun menuliskan himne berjudul “Batu Karang yang Teguh”, dengan lirik pembuka yang begitu lekat dalam ingatan: “Batu Karang yang teguh, Kau tempatku berteduh” (Kidung Jemaat No. 37).