Penulis

Lihat Semua

Artikel oleh Amy Boucher Pye

Menunjukkan Kasih Karunia

“Ketika peristiwa tragis atau menyakitkan terjadi, terbuka kesempatan untuk menunjukkan kasih karunia atau sebaliknya, menuntut pembalasan,” kata seseorang yang baru saja berduka. “Saya memilih menunjukkan kasih karunia.” Istri pendeta Erik Fitzgerald tewas dalam kecelakaan mobil akibat seorang petugas pemadam kebakaran yang kelelahan tertidur saat mengemudikan mobilnya pulang. Jaksa penuntut umum bertanya apakah Erik ingin menuntut masa hukuman maksimal bagi pengemudi yang lalai itu. Namun, sang pendeta memilih memberikan pengampunan, sesuatu yang sudah sering ia khotbahkan. Erik dan pelaku itu bahkan kemudian berteman baik.

Tamu Malam Natal

Di Malam Natal tahun 1944, seorang pria tua yang dijuluki “Brinker” terbaring dalam kondisi sekarat di rumah sakit penjara. Ia menunggu dimulainya kebaktian Natal yang dipimpin oleh sesama tahanan di sana. “Kapan musiknya main?” tanyanya kepada William McDougall, sesama tahanan di penjara Muntok, Sumatra. “Sebentar lagi,” jawab McDougall. Pria yang sekarat itu pun membalas, “Bagus. Aku akan bisa membandingkannya nanti dengan nyanyian para malaikat.”

Hadiah dari Atas

Konon, pada zaman dahulu, seorang pria bernama Nicholas (lahir tahun 270 m), mendengar tentang seorang ayah yang sangat miskin. Saking miskinnya, ia tidak bisa memberi makan ketiga anak perempuannya, apalagi menyisihkan dana untuk pernikahan mereka di masa mendatang. Dalam upayanya membantu sang ayah, tetapi tanpa ingin diketahui oleh siapa pun, Nicholas melempar sekantong emas melalui jendela yang terbuka, dan kantong itu mendarat di dalam kaus kaki atau sepatu yang sedang dikeringkan di depan perapian. Pria itu dikenal sebagai Santo Nicholas, yang kemudian menjadi inspirasi bagi tokoh Sinterklas.

Perlindungan dari Badai

Konon, pada tahun 1763, seorang pendeta muda yang sedang menyusuri jalan setapak di bibir tebing di Somerset, Inggris, harus menyusup ke sebuah gua untuk menyelamatkan diri dari sambaran petir dan hujan yang sangat deras. Saat memandang ke arah Ngarai Cheddar, ia merenungkan anugerah perlindungan dan damai sejahtera yang dimilikinya di dalam Tuhan. Sambil menunggu badai reda, ia pun menuliskan himne berjudul “Batu Karang yang Teguh”, dengan lirik pembuka yang begitu lekat dalam ingatan: “Batu Karang yang teguh, Kau tempatku berteduh” (Kidung Jemaat No. 37).

“Cuma Tempat Kerja”?

Saya melayangkan pandangan ke perbukitan hijau di Lancashire, wilayah utara Inggris, dan memperhatikan pagar-pagar batu yang memagari padang tempat domba-domba merumput di sana. Awan putih berarak melintasi langit yang cerah, dan saya menghirup napas dalam-dalam sambil menikmati pemandangan indah yang terhampar di depan mata. Saat saya menceritakan kekaguman saya terhadap pemandangan indah tersebut kepada seorang wanita yang bekerja di pusat retret yang saya kunjungi, ia berkata, “Tahukah Anda, dahulu saya tidak pernah memperhatikan hal itu sebelum para tamu menyebutkannya. Kami sudah bertahun-tahun tinggal di sini; dan ketika dahulu kami bertani, padang hijau itu cuma tempat kerja bagi kami!”

Tinggal pada Pokok Anggur

Emma baru saja melewati musim dingin yang sangat berat dengan membantu menjaga seorang anggota keluarganya yang sakit keras. Pada musim semi tahun itu, Emma merasa dikuatkan setiap kali melewati sebatang pohon ceri dekat rumahnya di Cambridge, Inggris. Di atas kuntum-kuntum bunga merah muda, tumbuh kuntum-kuntum bunga putih. Seorang tukang kebun yang pintar telah mencangkokkan bunga putih pada pohon ceri itu. Setiap kali Emma melewati pohon unik itu, ia ingat Yesus pernah berkata bahwa Dialah pokok anggur dan para pengikut-Nya adalah ranting-rantingnya (yoh. 15:1-8).

Perubahan Hidup

Stephen tumbuh besar di kawasan timur kota London yang keras dan sudah terlibat dalam tindak kejahatan di usia 10 tahun. Ia berkata, “Semua orang di sini menjual narkoba, merampok, dan menipu. Lama-lama, kita akan terpengaruh dan melakukan hal yang sama. Itulah jalan hidup semua orang.” Namun, saat berusia 20 tahun, ia memimpikan sesuatu yang mengubah hidupnya: “Saya mendengar Tuhan berkata, Stephen, kamu akan masuk penjara karena membunuh.” Mimpi yang sangat jelas itu menjadi peringatan baginya, maka ia pun berpaling kepada Allah dan menerima Yesus sebagai Juruselamatnya—dan Roh Kudus berkarya mengubah hidupnya.

Bekerja Keras Untuk Allah

Masa awal kehidupan William Carey (1761–1834) rasanya tidak menjanjikan, tetapi kemudian ia dikenal sebagai pelopor gerakan misi modern. Sebagai anak tukang tenun, Carey pernah menjadi guru dan tukang sepatu yang tidak terlalu sukses, sambil mempelajari sendiri bahasa Yunani, Ibrani, dan Latin. Bertahun-tahun kemudian, mimpinya untuk menjadi misionaris ke India pun terwujud. Namun, di sana ia mengalami banyak kesulitan, termasuk kematian anaknya, masalah kesehatan mental istrinya, dan kurangnya respons dari orang-orang yang ia layani.

Menemukan Damai Sejahtera

“Apa pendapatmu tentang damai sejahtera?” tanya teman saya saat kami makan siang bersama. “Damai sejahtera?” tanyaku bingung. “Entahlah—mengapa kau bertanya?” Ia menjawab, “Karena kau menggoyang-goyangkan kaki terus selama kebaktian tadi. Jadi kupikir mungkin kau sedang gelisah tentang sesuatu. Ingatkah bahwa Tuhan memberi damai sejahtera kepada mereka yang mengasihi Dia?”