Penulis

Lihat Semua
David C. McCasland

David C. McCasland

David McCasland mulai menulis untuk Our Daily Bread sejak tahun 1995. Ia telah menulis sejumlah buku untuk Discovery Series Publishers dan bekerja di televisi Day of Discovery. David dan istrinya, Luann, tinggal di Colorado Springs, Colorado. Mereka memiliki empat putri dan enam cucu.

Artikel oleh David C. McCasland

Sudut Pandang yang Luas

Dalam liputan upacara pelantikan presiden Amerika Serikat pertama yang berasal dari keturunan Afrika-Amerika, kamera televisi menyorot kerumunan warga dari hampir dua juta orang yang berkumpul untuk menyaksikan langsung peristiwa bersejarah tersebut. Koresponden CBS News, Bob Schieffer, berkata, “Aspek terbaik dari acara ini adalah sudut pengambilan gambarnya yang luas.” Tak ada cara lain yang lebih baik untuk menyorot kumpulan orang yang membentang dari Monumen Lincoln Memorial sampai ke Gedung Capitol.

Renungkanlah

Selama mengajar di Bible Training College di London (1911–15), Oswald Chambers sering mengejutkan mahasiswa dengan ucapan-ucapannya di depan kelas. Seorang mahasiswi bercerita bahwa karena diskusi baru diizinkan di acara makan bersama berikutnya, Chambers pun diberondong dengan beragam pertanyaan dan keberatan. Mendapat tanggapan yang begitu banyak, Oswald sering kali hanya tersenyum dan berkata, “Jangan dipikirkan sekarang, nanti juga kamu akan mengerti dengan sendirinya.” Ia mendorong mereka untuk merenungkan hal-hal tersebut dan menunggu Allah menyingkapkan kebenaran-Nya pada waktu-Nya.

Memilih Jalan

Saya memiliki sebuah foto musim gugur yang indah. Di dalamnya tampak seorang anak muda menunggang kuda di pegunungan Colorado, dan rupanya ia sedang memikirkan jalan mana di depannya yang harus ia tempuh. Gambaran itu mengingatkan saya pada puisi karya Robert Frost “The Road Not Taken” (Jalan yang Tak Ditempuh). Dalam puisi itu, Frost sedang mempertimbangkan dua jalan di depannya. Kedua jalan itu sama-sama menarik hatinya, tetapi ia tidak yakin akan dapat kembali ke persimpangan jalan itu lagi, maka ia harus memilih salah satu jalan. Frost menulis, “Ada dua cabang jalan di hutan, dan saya—saya memilih jalan yang jarang dilalui, dan pilihan itulah yang mempengaruhi saya sampai sekarang.”

Dia Mengenal Kita

Ketika mengunjungi Monumen Peringatan Peristiwa 11 September di kota New York, saya sempat memotret salah satu dari dua kolam refleksi kembar yang terdapat di sana. Tepi dari masing-masing kolam itu dikelilingi panel berbahan perunggu yang mencantumkan ukiran nama-nama dari hampir 3.000 orang yang meninggal dunia dalam peristiwa serangan terhadap gedung World Trade Center pada tahun 2001. Di kemudian waktu, ketika memperhatikan foto itu dengan lebih saksama, mata saya tertuju pada seorang wanita yang meletakkan tangannya pada sebuah nama. Banyak orang datang ke tempat tersebut untuk menyentuh sebuah nama dan mengenang seseorang yang mereka kasihi.

Kasih Tanpa Batas

Seorang teman baik menasihati saya untuk menjauhi pemakaian ungkapan “kamu itu selalu . . .” atau “kamu itu tak pernah . . .” dalam pertengkaran, terutama dengan keluarga saya. Alangkah mudahnya kita mengkritik orang lain dan lalai mengasihi orang-orang yang sepatutnya kita kasihi. Namun, kasih Allah yang kekal bagi kita semua tidak pernah berubah.

Menerapkan Iman

Saat menginap di sebuah hotel di Austin, Texas, saya melihat selembar kartu di meja dalam kamar saya. Pada kartu itu tertulis:

Berdoa

Selama bertahun-tahun, saya menyukai tulisan-tulisan karya penulis Inggris, G. K. Chesterton. Selera humor dan wawasannya sering membuat saya tertawa dan kemudian terdiam sejenak untuk merenungkannya lebih serius. Sebagai contoh, ia menulis, “Anda berdoa sebelum makan. Itu baik. Namun, saya berdoa sebelum drama dan opera dimulai, berdoa sebelum konser dan pantomim berlangsung, dan berdoa sebelum membaca buku, menggambar, melukis, berenang, bermain anggar, bertinju, berjalan-jalan, bermain, berdansa; dan berdoa sebelum saya mencelupkan pena ke dalam tinta untuk menulis.”

Doa Pengampunan

Pada tahun 1960, Ruby Bridges yang berusia enam tahun adalah murid Afrika-Amerika pertama yang masuk ke sekolah dasar negeri yang dikhususkan untuk siswa berkulit putih di wilayah selatan Amerika Serikat. Setiap hari selama berbulan-bulan, petugas pengamanan khusus mengantar Ruby melewati sekelompok orangtua yang marah, mengutuk, mengancam, dan mengejeknya. Setelah tiba dengan aman di kelas, Ruby belajar seorang diri bersama Barbara Henry, satu-satunya guru yang bersedia mengajarnya sementara orangtua mencegah anak-anak mereka belajar bersama Ruby.

Negeri yang Terbentang Jauh

Amy Carmichael (1867–1951) dikenal karena usahanya dalam menyelamatkan gadis-gadis yatim piatu di India dan memberi mereka kehidupan yang baru. Di tengah-tengah pelayanan yang menguras tenaga itu, ia mengalami apa yang disebutnya sebagai “momen-momen penglihatan”. Dalam bukunya Gold by Moonlight, ia menulis, “Di tengah suatu hari yang sibuk, kami diberi secercah gambaran tentang suatu ‘negeri yang terbentang jauh’, dan kami hanya bisa berdiri, terpaku di tengah jalan.”