Menemukan Kedamaian Tuhan di Tengah Kesusahan
Kita tidak menampik, hari-hari ini kita jalani dengan sulit. Pandemi mengubah banyak hal dalam kehidupan kita. Mungkin dalam hati kita…
Ketika Semua Terasa Hilang
Hanya dalam waktu 6 bulan, hidup Gerald berantakan. Krisis ekonomi membuat bisnisnya bangkrut dan merenggut hartanya, lalu kecelakaan tragis merenggut nyawa anak lelakinya. Karena sangat terguncang, ibunya terkena serangan jantung dan meninggal, istrinya menjadi depresi, dan kedua putrinya begitu sedih hingga menolak untuk dihibur. Yang bisa ia lakukan hanyalah menggemakan seruan pemazmur, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?”(mzm. 22:2).
Kerinduan yang Terukir
“Ah, setiap dermaga adalah kerinduan yang terukir!” begitulah bunyi sebaris kalimat dalam puisi berbahasa Portugis “Ode Marítima” karya Fernando Pessoa. Dermaga itu mewakili perasaan kita saat sebuah kapal beranjak perlahan meninggalkan kita. Kapal berangkat tetapi dermaga tetap di tempatnya, menjadi monumen abadi yang melambangkan harapan dan impian, perpisahan dan kerinduan. Kita merasa sedih karena ada yang hilang, dan atas sesuatu yang tidak dapat kita raih.
Mangkuk Air Mata
Di Boston, Massachusetts, terdapat sebuah plakat bertuliskan “Menyeberangi Mangkuk Air Mata” yang dipasang untuk mengenang orang-orang yang dengan berani menyeberangi Samudra Atlantik agar tidak mati kelaparan di tengah bencana kelaparan hebat yang melanda Irlandia di akhir tahun 1840-an. Lebih dari sejuta orang meninggal dalam bencana kelaparan itu, sementara satu juta lebih lainnya memutuskan meninggalkan kampung halaman untuk menyeberangi lautan, yang secara puitis oleh John Boyle O’Reilly disebut sebagai “Mangkuk Air Mata.” Terdorong oleh kepedihan dan kelaparan hebat, orang-orang itu pergi mencari setitik pengharapan di tengah masa-masa sulit.