Julukan untuk Sang Pemberi Semangat
Nama sebenarnya ialah Yusuf, julukannya ialah “Barnabas”, artinya “anak penghiburan”.
Banjir Jakarta: Kisahku di Bawah Hujan
Mendung gelap menyelimuti Jakarta. Aku bergegas memacu motorku ke arah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Rekan kantorku, sempat mengingatkan, "Cepetan pulang, mau ujan gede lho. Tuh langit mendung gitu."
Kenangan yang Terus Hidup
Saya besar di gereja yang sarat tradisi. Salah satu tradisi itu diterapkan ketika ada anggota keluarga atau sahabat terkasih yang meninggal dunia. Sering kali, tidak lama sesudahnya, muncul lempengan tembaga yang disematkan pada bangku gereja atau lukisan yang terpajang di lorong dengan tulisan: “Untuk mengenang . . .” Nama orang yang sudah meninggal itu terukir pada lempeng tersebut sebagai kenangan atas kehidupan yang sudah berlalu. Saya menghargai kenangan semacam itu. Sampai sekarang pun masih. Namun, di saat yang sama, saya sering merenung karena benda-benda itu mati dan statis, dalam arti benar-benar “tidak hidup.” Adakah cara untuk menambahkan suatu elemen “kehidupan” pada benda kenangan tersebut?
Strategi Terbaik untuk Hidup Ini
Saat menyaksikan pertandingan basket regu anak perempuan saya dari bangku penonton, saya mendengar pelatih meneriakkan kata “dobel” kepada regunya yang sedang bermain di lapangan. Saat itu juga, strategi pertahanan mereka bergeser dari satu-lawan-satu menjadi dua pemain bertugas menjaga anggota tim lawan dengan postur tubuh yang paling tinggi. Mereka sukses menghalang-halangi usaha pemain itu untuk menembak dan mencetak skor, hingga berhasil merebut bola dan mencetak angka bagi tim mereka sendiri.
Maksud dari Penderitaan?
Ketika Siu Fen menerima kabar bahwa dirinya mengalami gagal ginjal dan harus menjalani cuci darah seumur hidup, rasanya ia ingin menyerah saja. Sebagai pensiunan yang hidup melajang, ia merasa tidak ada gunanya lagi hidup. Namun, teman-teman meyakinkannya untuk bertahan dan melakukan cuci darah, serta terus percaya bahwa Tuhan akan menolongnya.