Rahasia dari Damai Sejahtera
Grace adalah wanita yang sangat istimewa. Satu kata terlintas dalam benak saya saat memikirkan tentang dirinya: damai sejahtera. Ekspresi yang tenang dan teduh pada wajahnya sangat jarang berubah sepanjang enam bulan saya mengenalnya, walaupun suaminya didiagnosis mengidap penyakit langka dan kemudian dirawat di rumah sakit.
Allah Melihat Setiap Detail
Saat anak anjing Labrador saya yang berwarna cokelat berumur tiga bulan, saya membawanya ke dokter hewan untuk diperiksa kesehatannya dan divaksin. Ketika dokter hewan kami memeriksa tubuh anak anjing itu dengan saksama, ia memperhatikan sebuah bercak kecil berwarna putih di telapak kaki kiri belakang anjing itu. Dokter itu tersenyum dan berkata kepada si anjing, “Di sinilah Allah memegangmu saat Dia mencelupkanmu ke dalam pewarna cokelat.”
Ke Mana Saja
Saat membuka foto-foto lama dari hari pernikahan saya, saya berhenti di selembar foto saya bersama suami ketika kami baru resmi menjadi suami-istri. Kesetiaan saya kepadanya terlihat jelas dari ekspresi wajah saya. Rasanya saat itu saya siap pergi ke mana saja bersamanya.
Seni Mengampuni
Suatu sore saya menghabiskan waktu dua jam menikmati pameran seni yang berjudul The Father & His Two Sons: The Art of Forgiveness (Bapa & Dua Putranya: Seni Mengampuni). Semua karya seni yang terpajang di sana berfokus pada perumpamaan Yesus tentang anak yang hilang (Luk. 15:11-31). Kesan paling kuat saya dapatkan dari lukisan karya Edward Riojas, The Prodigal Son (Anak yang Hilang). Lukisan itu menggambar-kan anak yang hilang itu pulang, memakai baju yang compang-camping, dan berjalan dengan kepala tertunduk. Dengan dunia kematian di belakangnya, anak itu menapaki setapak jalan yang sama dengan yang dilalui sang ayah yang sudah berlari ke arahnya. Di bagian bawah lukisan itu, terdapat perkataan Yesus, “Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan” (ay.20).
Jangan Tergesa-gesa
“Buanglah jauh ketergesa-gesaan.” Ketika dua teman saya mengulangi pepatah yang bijak dari Dallas Willard tersebut, saya tahu bahwa saya harus sungguh-sungguh memikirkannya. Apakah saya sedang berputar-putar tanpa arah sambil membuang-buang waktu dan energi? Yang lebih penting dari itu, apakah saya sedang tergesa-gesa dan tidak lagi mencari pimpinan dan pertolongan Allah? Berminggu-minggu setelah itu, bahkan berbulan-bulan kemudian, saya masih teringat pada pepatah itu dan mengarahkan kembali diri saya kepada Tuhan dan hikmat-Nya. Saya mengingatkan diri saya untuk lebih mempercayai-Nya daripada bersandar kepada pengertian saya sendiri.