Menghayati Iman
Sambil bergandengan tangan, saya dan cucu laki-laki saya bergegas melintasi lapangan parkir untuk mencari baju baru yang akan dipakainya pada hari pertama masuk sekolah. Ia sangat bersemangat karena sebentar lagi akan masuk taman kanak-kanak, dan saya pun ingin membuatnya lebih gembira lagi. Saya baru saja melihat sebuah cangkir kopi bertuliskan, “Nenek adalah ibu yang lebih seru.” Keseruan berarti keceriaan, kegembiraan, sukacita! Memang itu tanggung jawab saya sebagai seorang nenek, bukan? Itu semua . . . dan masih banyak lagi.
Kasih Tanpa Kehadiran: Mungkinkah?
Mampukah kita, sebagai bagian dari tubuh Kristus yang harus saling memperhatikan, tetap menunjukkan kasih tanpa harus bertemu langsung?
Melayani yang Paling Hina
Namanya Spencer. Namun, semua orang memanggilnya “Spence.” Ia juara lomba lari tingkat SMA di negara bagiannya, lalu diterima masuk universitas bergengsi dengan beasiswa penuh. Spencer kini tinggal di salah satu kota terbesar di Amerika Serikat dan menjadi ahli teknik kimia yang sangat disegani. Akan tetapi, jika ditanya tentang prestasi tertingginya, Spencer tidak akan menyebutkan hal-hal tadi. Dengan penuh semangat ia akan bercerita tentang perjalanan yang ditempuhnya beberapa bulan sekali ke Nikaragua untuk menengok kondisi anak-anak dan guru-guru dalam program pendidikan yang ia bantu dirikan di salah satu daerah termiskin di negara itu. Ia juga akan bercerita bagaimana hidupnya telah diperkaya dengan melayani mereka.
Rencana yang Tidak Sempurna
Saya sedang asyik melihat-lihat buku di sebuah perpustakaan yang terletak di lantai dasar sebuah pusat kegiatan masyarakat yang baru dibuka ketika tiba-tiba terdengar suara berdebam keras. Beberapa menit kemudian, suara itu terdengar lagi hingga berkali-kali. Seorang pegawai perpustakaan dengan wajah kesal menjelaskan bahwa tepat di atas perpustakaan tersebut terdapat arena angkat besi, dan suara berdebam itu terdengar setiap kali seseorang menaruh barbel. Para arsitek dan desainer telah merancang dengan saksama berbagai aspek dari fasilitas mutakhir ini, tetapi tampaknya mereka lupa menaruh perpustakaan di lokasi yang jauh dari area yang sarat aktivitas.
Menemukan Sukacita dalam Pujian
Ketika C. S. Lewis, penulis terkenal asal Inggris, baru menyerahkan hidupnya kepada Tuhan Yesus, ia pernah merasa enggan memuji Allah. Ia bahkan menyebut hal itu sebagai “batu sandungan.” Ia sulit memahami mengapa “Allah terkesan menuntut untuk dipuji.” Namun, Lewis akhirnya menyadari bahwa “pada saat Dia disembah, Allah menyatakan kehadiran-Nya” kepada umat-Nya. Kemudian kita, “dalam kasih yang sempurna bersama Allah” menemukan di dalam Dia suatu sukacita yang tidak terpisahkan “bagaikan cahaya yang menyinari cermin dan kemudian dipantulkan kembali.”