Kesepian, tetapi Tidak Dilupakan
Ketika Anda mendengar cerita-cerita para penghuni lapas, jelaslah bahwa salah satu bagian tersulit dari pengalaman mereka adalah perasaan terasing dan kesepian. Sebuah penelitian bahkan mengungkapkan bahwa berapapun lamanya masa hukuman yang mereka jalani, kebanyakan narapidana hanya menerima dua kali kunjungan dari teman atau orang terdekat selama mereka dipenjara. Kesepian adalah realitas yang terus mereka hadapi.
Cara yang Baru dan Berbeda
Menjelang akhir abad ke-19, Mary Slessor berlayar menuju Calabar (sekarang Nigeria) di Afrika. Ia sangat antusias melanjutkan pekerjaan misi yang telah dirintis oleh almarhum David Livingstone. Tugas pertama Mary adalah mengajar di sekolah dan tinggal bersama sesama misionaris. Namun, ia terbeban untuk melayani dengan cara yang berbeda. Mary pun melakukan sesuatu yang jarang dilakukan di daerah itu. Ia memilih tinggal bersama orang-orang yang dilayaninya. Mary mempelajari bahasa setempat, hidup seperti penduduk setempat, dan makan makanan mereka. Mary bahkan menampung puluhan anak telantar. Selama hampir 40 tahun, Mary membawa pengharapan dan kabar baik Injil kepada orang-orang yang membutuhkan keduanya.
Allah Selamanya Setia
Ketika Xavier masih duduk di bangku sekolah dasar, saya biasa mengantar-jemput dirinya. Suatu hari, terjadi sesuatu yang di luar rencana. Saya terlambat menjemputnya. Setelah memarkir mobil, saya pun berlari tergesa-gesa ke ruang kelasnya. Saya menemukannya sedang duduk di sebelah seorang guru sambil memeluk tasnya. “Maafkan Mama, Mijo. Kamu baik-baik saja?” Ia menghela napas. “Tidak apa-apa, Ma, tapi aku marah karena Mama terlambat.” Saya tidak menyalahkannya. Saya juga marah kepada diri saya sendiri. Saya menyayangi putra saya, tetapi saya tahu saya akan sering mengecewakannya. Saya juga tahu suatu hari nanti ia mungkin akan merasa kecewa kepada Allah. Karena itu saya berusaha keras untuk mengajarinya kebenaran bahwa Allah tidak pernah dan tidak akan pernah ingkar janji.
Siapakah Saya?
Robert Todd Lincoln hidup di bawah bayang-bayang nama besar ayahnya, presiden Amerika yang sangat dicintai, Abraham Lincoln. Lama setelah kematian ayahnya, identitas diri Robert masih saja tidak bisa lepas dari kebesaran sang ayah. Sahabat Robert, Nicholas Murray Butler, menulis bahwa Robert sering berkata, “Tidak seorang pun menginginkanku sebagai menteri urusan perang; yang mereka inginkan adalah anak Abraham Lincoln. Tidak seorang pun menginginkanku sebagai menteri untuk diutus ke Inggris; yang mereka inginkan adalah anak Abraham Lincoln. Tidak seorang pun menginginkanku sebagai direktur Pullman Company; yang mereka inginkan adalah anak Abraham Lincoln.”