Yesus Menangis
Saya sedang asyik membaca sebuah buku ketika seorang teman melongok untuk melihat apa yang sedang saya baca. Seketika itu juga ia terperanjat dan menatap saya dengan ngeri. “Judulnya suram sekali!” katanya. Saya sedang membaca “The Glass Coffin” (Peti Mati Kaca) dari Grimm’s Fairy Tales (Serial Dongeng karya Grimm), dan ia terganggu dengan kata peti mati. Banyak dari kita tidak suka diingatkan tentang kematian kita. Padahal kenyataannya, setiap manusia pasti akan menemui ajalnya.
Jalan Tuhan
Kami sungguh membutuhkan petunjuk dari Allah. Kami diminta mengasuh dua anak kecil untuk sementara waktu selama tiga bulan dan kami harus memberikan keputusan. Karena kami sudah mempunyai tiga anak kandung, menjadi orangtua angkat bagi anak balita tampaknya tidaklah sesuai dengan rencana hidup kami. Kemudian kami membaca renungan karya seorang misionaris veteran, Amy Carmichael, yang mengarahkan kami pada beberapa ayat yang asing di kitab Bilangan pasal ke-7.
Allah yang Melukis
Nama Nezahualcoyotl (1402–1472) mungkin sulit untuk diucapkan, tetapi nama itu sarat dengan makna. Nama itu berarti “Anjing Hutan Lapar”, dan tulisan-tulisan karyanya menunjukkan adanya suatu kelaparan rohani. Sebagai seorang penyair dan penguasa di Mexico sebelum kedatangan orang-orang Eropa, ia menulis, “Sesungguhnya para dewa, yang kusembah, adalah berhala-berhala dari batu yang tak bisa bicara dan tak berperasaan. . . . Ada satu Allah yang mahakuasa, tersembunyi, dan tidak dikenal yang merupakan pencipta alam semesta ini. Dialah satu-satunya yang dapat menghiburku dalam kesusahanku dan menolongku ketika hatiku merasakan penderitaan, aku mau Dia menjadi penolong dan pelindung saya.”
Taktik yang Tidak Lazim
Pada tahun 1980, seorang wanita naik ke kereta bawah tanah ketika lomba maraton di Boston sedang berlangsung. Masalahnya, wanita itu adalah peserta lomba maraton itu! Ada sejumlah saksi mata yang melihat wanita itu masuk lagi ke dalam perlombaan kurang dari dua kilometer sebelum garis finis. Wanita itu berhasil menyelesaikan lomba jauh lebih cepat daripada para peserta wanita lainnya, dan anehnya, ia tampak tidak terlalu lelah atau banyak berkeringat. Untuk sesaat, wanita itu terlihat sebagai pemenang.
Langkah Bunglon
Ketika kita memikirkan tentang bunglon, mungkin kita terpikir tentang kelihaian bunglon dalam mengubah warna tubuh agar sesuai dengan lingkungannya. Namun bunglon mempunyai ciri lain yang unik. Saya pernah beberapa kali memperhatikan cara jalan bunglon dan sempat bertanya-tanya bagaimana bunglon dapat mencapai tujuannya. Dengan ogah-ogahan, bunglon menjulurkan satu kakinya ke depan, lalu seperti hendak berubah pikiran, kemudian mencoba untuk melangkah lagi, lalu dengan hati-hati menjejakkan kakinya dengan bimbang, seakan-akan takut tanah yang dipijaknya itu akan runtuh. Oleh sebab itu saya tak dapat menahan tawa jika ada orang yang berkata, “Jangan menjadi anggota gereja yang suka berubah pikiran seperti bunglon dengan berkata, ‘Hari ini aku akan ke gereja . . . ah tidak jadi, minggu depan saja . . . ah tidak usahlah, kapan-kapan saja!”
Seperti Biji Mata Tuhan
Ketika anak bayinya sedang menderita kejang-kejang, teman saya segera melarikannya ke rumah sakit dengan ambulans. Dengan hati yang berdegup kencang, ia mendoakan bayi perempuannya. Saat teman saya memegangi jari-jari kecil bayinya, kasih sayangnya yang menggebu-gebu pada sang anak telah membawanya teringat bagaimana Tuhan jauh lebih mengasihi kita dan menyebut kita sebagai biji mata-Nya sendiri.
Pengorbanan Agung
W. T. Stead, wartawan asal Inggris yang hidup di awal abad ke-20, dikenal berpikiran maju dan suka menulis tentang isu-isu sosial yang kontroversial. Ia pernah menulis dua artikel yang membahas tentang bahaya dari kapal-kapal penumpang yang beroperasi dengan jumlah sekoci penolong yang tidak sebanding dengan kapasitas penumpangnya. Ironisnya, Stead berada di atas kapal Titanic ketika kapal itu menabrak gunung es di Atlantik Utara pada tanggal 15 April 1912. Menurut laporan, setelah membantu para wanita dan anak-anak naik ke dalam sekoci, Stead mengorbankan nyawanya dengan membiarkan orang lain memakai pelampungnya dan mengambil tempatnya di sekoci yang ada agar mereka dapat diselamatkan.
Inilah Harinya
Pada tahun 1940, Dr. Virginia Connally, pada usia 27 tahun, dengan berani menghadapi beragam tentangan dan kritik untuk menjadi dokter wanita pertama di Abilene, Texas, Amerika Serikat. Beberapa bulan sebelum ulang tahunnya yang ke-100 pada tahun 2012, Asosiasi Dokter di Texas menganugerahinya Distinguished Service Award, sebuah penghargaan tertinggi bagi para dokter di Texas atas pengabdian mereka yang luar biasa. Sepanjang hidupnya, Dr. Connally tidak saja berkobar-kobar dalam kerinduan untuk mengabarkan Injil di seluruh dunia melalui banyak perjalanan misi kesehatan yang dilakukannya, tetapi juga dalam pelayanannya kepada Allah dan sesama dari hari ke hari.
Pemeriksaan Hati
Dalam perjalanan menuju Chicago dengan kereta api, saya selalu menaati “norma tak tertulis” yang berlaku—seperti jangan berbicara dengan penumpang di sebelah Anda yang tidak Anda kenal. Hal itu sulit bagi orang seperti saya, karena saya suka berbicara dengan orang-orang yang baru saya kenal! Meskipun saya berhasil berdiam diri sepanjang perjalanan, saya menyadari bahwa saya masih bisa belajar sesuatu tentang orang lain berdasarkan bagian surat kabar yang mereka baca. Karena itu, saya suka memperhatikan bagian mana yang pertama-tama mereka baca: Bisniskah? Olahraga? Politik? Berita aktual? Pilihan mereka akan mengungkapkan minat mereka.