Month: Oktober 2018

Kebaikan yang Tak Terduga

Teman saya sedang antre untuk membayar belanjaannya ketika pria di depannya berbalik dan memberinya kupon potongan harga sebesar £10 (sekitar Rp190.000). Karena kurang tidur, teman saya itu tiba-tiba menangis karena kebaikan pria itu; lalu mulai menertawakan dirinya sendiri karena tangisan tadi. Kebaikan yang tak terduga itu sungguh menyentuh hatinya dan memberinya pengharapan di tengah kelelahan yang dialaminya. Ia bersyukur untuk kebaikan Tuhan yang diteruskan kepadanya lewat orang lain.

Kresendo Tertinggi

Saya diajar orangtua untuk menyukai semua jenis musik—dari musik country hingga musik klasik. Jadi jantung saya berdegup kencang ketika memasuki Moscow Conservatory, salah satu gedung konser terbaik di Rusia, untuk mendengar penampilan Simfoni Nasional Rusia. Ketika konduktor memimpin para musisi untuk melantunkan karya Tchaikovsky yang luar biasa, alunan musiknya berangsur-angsur meninggi hingga tiba pada kresendo tertinggi dengan kuat—itulah klimaks musikal yang amat mendalam dan dramatis. Itu bagaikan suatu momen magis sehingga penonton pun serentak berdiri memberikan pujian.

Di Manakah Damai?

“Masihkah Anda mengharapkan damai?” tanya seorang wartawan kepada penyanyi Bob Dylan pada tahun 1984.

Takkan Dicengkeram

Ketika berenang bersama teman-teman di Teluk Mexico, Caitlyn bertemu seekor hiu yang kemudian mencaplok kedua kakinya dan menarik tubuhnya. Caitlyn melawan dengan meninju hidung hiu tersebut. Ikan pemangsa itu pun melepaskan gigitannya dan akhirnya berenang menjauh. Ikan hiu itu tidak mampu untuk terus menahan Caitlyn dalam cengkeramannya, meskipun gigitan itu menimbulkan banyak luka dan membuat Caitlyn harus dirawat dengan lebih dari seratus jahitan.

Memilih Jalan

Saya memiliki sebuah foto musim gugur yang indah. Di dalamnya tampak seorang anak muda menunggang kuda di pegunungan Colorado, dan rupanya ia sedang memikirkan jalan mana di depannya yang harus ia tempuh. Gambaran itu mengingatkan saya pada puisi karya Robert Frost “The Road Not Taken” (Jalan yang Tak Ditempuh). Dalam puisi itu, Frost sedang mempertimbangkan dua jalan di depannya. Kedua jalan itu sama-sama menarik hatinya, tetapi ia tidak yakin akan dapat kembali ke persimpangan jalan itu lagi, maka ia harus memilih salah satu jalan. Frost menulis, “Ada dua cabang jalan di hutan, dan saya—saya memilih jalan yang jarang dilalui, dan pilihan itulah yang mempengaruhi saya sampai sekarang.”