Bertekun dalam Yesus
Ketika saya masih berkuliah di sekolah tinggi teologi bertahun-tahun lalu, kampus kami biasa mengadakan kebaktian mingguan. Dalam salah satu kebaktian, saat para mahasiswa sedang menyanyikan lagu “Great Is the Lord”, saya melihat tiga orang dosen bernyanyi dengan penuh perasaan. Wajah mereka memancarkan sukacita, yang hanya mungkin dialami karena iman mereka kepada Allah. Bertahun-tahun kemudian, ketika satu per satu dari mereka menderita penyakit yang berat, iman itulah yang memampukan mereka untuk tetap bertahan dan menguatkan orang lain.
Meminta Hikmat Kala Hidup Terasa Tak Nikmat
Desember lalu, saya mengambil cuti kerja lebih awal untuk melakukan liburan yang sedikit menantang: naik motor lintas provinsi.
Pekerja Allah
Dalam sebuah kamp pengungsi di Timur Tengah, Reza menerima sejilid Alkitab yang kemudian membawanya untuk mengenal Yesus dan percaya kepada-Nya. Doa pertamanya dalam nama Kristus adalah, “Pakai aku menjadi pekerja-Mu.” Di kemudian hari, setelah meninggalkan kamp, Allah menjawab doa Reza ketika tanpa disangka-sangka ia mendapat pekerjaan di suatu organisasi kemanusiaan. Ia pun kembali ke kamp pengungsi yang dahulu dihuninya untuk melayani orang-orang yang dikenal dan dikasihinya. Reza mendirikan klub olahraga, mengadakan kelas-kelas bahasa, dan memberikan bantuan hukum—“apa pun yang dapat memberikan pengharapan kepada mereka.” Ia memandang program-program tersebut sebagai sarana untuk melayani orang lain sekaligus membagikan hikmat dan kasih Allah.
Perintah yang Sederhana
“Rapikan dulu ruang depan sebelum kamu tidur,” perintah saya kepada salah satu putri saya. “Kenapa adik tidak usah melakukannya?” balasnya langsung, sambil menunjuk adik perempuannya.
Seruan untuk Berdoa
Abraham Lincoln pernah bercerita kepada seorang teman, “Betapa sering aku tergerak untuk bertelut dalam doa karena aku sangat merasakan tidak ada hal lain yang dapat kuandalkan.” Dalam masa Perang Saudara Amerika Serikat yang mengerikan, Presiden Lincoln tidak hanya sering meluangkan waktu untuk sungguh-sungguh berdoa, tetapi juga mengajak seluruh negeri untuk berdoa bersamanya. Pada tahun 1861, ia memproklamasikan “hari untuk merendahkan hati, berdoa, dan berpuasa”. Lincoln kembali melakukannya pada tahun 1863, dengan menyatakan, “Adalah kewajiban bagi negara-negara dan manusia untuk mengakui ketergantungan mereka pada kuasa Allah yang tak terbantahkan: untuk mengakui dosa dan pelanggaran mereka dengan penyesalan yang tulus, sekaligus dengan harapan yang pasti bahwa pertobatan sejati akan mendatangkan belas kasihan dan pengampunan [Allah].”
Kekecewaan dalam Hidup
Dosakah jika kita kecewa? Adakah cara yang lebih baik untuk melepaskan kekecewaan yang menggayuti hidup kita?