Category  |  Santapan Rohani

Bangkit Kembali

Saat remaja, saya terpikat dengan olahraga seluncur indah. Saya menyukai perpaduan dari kesenian dan ketangkasan di atas es tersebut, dengan variasi gerakan berputar yang cepat, lompatan yang tinggi, dan sikap tubuh yang sempurna. Setelah menyaksikan banyak pertunjukan dari para atlet profesional, akhirnya saya mendapat kesempatan untuk berseluncur di atas es dan bergabung dalam kelompok pemula. Selain belajar cara meluncur dan berhenti, kami juga mempelajari salah satu keterampilan terpenting yang dibutuhkan setiap peseluncur, yaitu cara untuk bangkit kembali dengan cepat setelah jatuh. Selanjutnya, saya mempelajari banyak gerakan berputar dan melompat melalui kelas privat, tetapi dasar-dasar tentang cara bangkit kembali setelah jatuh tidak pernah saya lupakan.

Kebenaran yang Sederhana

Ketika saya dan istri bersepeda, kami ingin tahu sudah berapa mil jarak yang kami tempuh. Jadi, saya pergi ke toko sepeda untuk membeli odometer, dan membawa pulang dengan sebuah komputer mini yang ternyata cukup sulit untuk saya setel.

Menemukan Kasih di dalam Allah

Ketika masih kecil, Ben ditanya, “Mau jadi apa kalau sudah besar nanti?” ia akan menjawab, “Aku mau jadi seperti Dave.” Dave adalah kakak laki-laki Ben yang bertubuh atletis, pandai bergaul, dan seorang pelajar teladan. Sebaliknya, Ben berkata tentang dirinya sendiri, ”Aku tidak pandai olahraga, pemalu, dan sangat sulit untuk belajar. Aku selalu ingin dekat dengan Dave, tapi ia tidak mau. Ia menyebutku anak yang membosankan.”

Tidak Ada Penilaian Palsu

Seorang pelanggan dari layanan berbagi tumpangan bercerita bahwa ia pernah dilayani oleh berbagai jenis pengemudi. Ada yang menyetir sambil makan buah yang berbau kurang sedap, ada yang sedang bertengkar dengan kekasihnya, dan ada pula yang mencoba mengajaknya ikut dalam investasi bodong. Meski sudah mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan itu, alih-alih memberikan penilaian buruk, ia justru memberikan lima bintang kepada para pengemudi tersebut. Ia menjelaskan, “Mereka tampaknya orang baik-baik. Saya tidak ingin mereka dikeluarkan dari aplikasi karena penilaian saya yang buruk.” Ia memberikan ulasan palsu, dengan menyembunyikan kebenaran dari para pengemudi tadi . . . dan juga orang lain.

Pengendalian Diri yang Bijaksana

Setelah pihak Selatan menderita kekalahan telak di Gettysburg dalam Perang Saudara Amerika (1863), Jenderal Robert E. Lee memimpin pasukannya yang babak belur kembali ke wilayah Selatan. Namun, hujan deras membuat Sungai Potomac meluap sehingga menghalangi perjalanan pulang mereka. Presiden Abraham Lincoln mendesak Jenderal George Meade agar menyerang. Namun, pasukan Meade sama lelahnya dengan pasukan Lee, sehingga ia memutuskan untuk mengistirahatkan pasukannya.

Mencerminkan Belas Kasih Allah

Dalam Perang Musim Dingin yang berlangsung selama tiga bulan dengan Rusia (1939-1940), seorang tentara Finlandia terbaring di medan perang karena terluka parah. Seorang tentara Rusia menghampirinya sambil menodongkan senapan. Tentara Finlandia itu yakin ia pasti menemui ajalnya, tetapi rupanya orang Rusia tadi memberinya perlengkapan medis lalu pergi. Yang menarik, tentara Finlandia itu kemudian mengalami situasi serupa, hanya saja perannya berganti—ia menolong seorang tentara Rusia yang tak berdaya di medan perang dengan memberinya perlengkapan medis lalu pergi.

Juruselamat yang Sempurna

Dalam acara perbaikan rumah di TV, seorang desainer interior memuji ubin keramik buatan tangan yang mereka pilih untuk area kamar mandi. Berbeda dari ubin keluaran pabrik yang semuanya identik, ubin buatan tangan tersebut “sempurna dalam ketidaksempurnaannya”. Ketidaksempurnaan justru memberikan keindahan yang unik pada setiap potong ubin, sehingga memperkuat corak dan pesona ruangan yang sering digunakan itu.

Dipersatukan di dalam Kasih

Dalam pernikahan Meredith, ibunya membacakan bagian Kitab Suci yang indah dari 1 Korintus. Pasal ke-13 dari kitab itu, yang sering disebut sebagai “pasal kasih,” terdengar sempurna untuk acara tersebut. “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong” (ay.4). Saat mendengarkannya, saya bertanya-tanya apakah para mempelai masa kini mengetahui apa yang memicu sang rasul menuliskan kata-kata yang mengharukan itu. Paulus tidak bermaksud menulis puisi cinta, melainkan suatu permohonan kepada gereja yang terpecah-pecah dalam upaya untuk menyatukan pihak-pihak yang berseteru.

Tidak Pernah Diabaikan Allah

“Kadang-kadang aku merasa begitu . . . tak terlihat.” Kata-kata itu seperti menggantung di udara saat Joanie berbicara kepada temannya. Suaminya meninggalkan dirinya dan anak-anak mereka yang masih kecil demi wanita lain. “Aku sudah memberikan tahun-tahun terbaikku untuknya,” ungkap Joannie. “Sekarang aku tidak yakin apakah ada orang yang benar-benar melihatku, atau meluangkan waktunya untuk benar-benar mengenalku.”