Category  |  Santapan Rohani

Pengalaman di Padang Gurun

Ketika baru menjadi orang percaya, saya pernah mengira bahwa saya akan bertemu Yesus dalam pengalaman-pengalaman “di puncak gunung”. Namun, pengalaman indah seperti itu jarang bertahan lama atau menghasilkan pertumbuhan. Penulis Lina AbuJamra berkata bahwa justru lewat pengalaman-pengalaman di padang gurun kita akan bertemu Allah dan mengalami pertumbuhan. Dalam buku pendalaman Alkitab yang berjudul Through the Desert, ia menulis, “Allah ingin menggunakan pengalaman-pengalaman di padang gurun kehidupan kita untuk menjadikan kita lebih kuat.” Ia melanjutkan, “Kebaikan Allah dimaksudkan untuk diterima di tengah penderitaan kita, bukan dibuktikan dengan tidak adanya penderitaan.”

Perlombaan Antariksa

Pada tanggal 29 Juni 1955, Amerika Serikat mengumumkan niatnya untuk menempatkan satelit di luar angkasa. Tak lama kemudian, Uni Soviet mengumumkan rencananya untuk melakukan hal yang sama. Perlombaan antariksa pun dimulai. Uni Soviet meluncurkan satelit pertamanya yang diberi nama Sputnik dan berhasil menempatkan manusia pertama di luar angkasa ketika kosmonaut Yuri Gagarin mengorbit bumi satu kali. Perlombaan itu berlanjut hingga tanggal 20 Juli 1969, ketika “lompatan besar bagi umat manusia” yang dilakukan Neil Armstrong dalam pendaratannya di bulan secara tidak resmi mengakhiri persaingan di antara kedua negara. Tahun-tahun berikutnya diisi dengan kerjasama antarnegara, yang berujung pada pembangunan Stasiun Antariksa Internasional yang dikelola bersama.

Langkah Baru

Tepuk tangan bergema saat siswa-siswi terbaik sebuah sekolah menerima piagam penghargaan atas prestasi akademik mereka. Namun, acara tersebut belum selesai. Penghargaan berikutnya diberikan bukan untuk yang “terbaik”, melainkan untuk mereka yang paling banyak meraih kemajuan. Siswa-siswi ini telah bekerja keras memperbaiki nilai mereka, mengubah perilaku yang buruk, atau berkomitmen untuk meningkatkan kehadiran di kelas. Orangtua mereka tampak berseri-seri dan bertepuk tangan, sebagai pengakuan bahwa anak-anak mereka telah berkembang menjadi lebih baik. Mereka tidak lagi melihat kekurangan anak-anak itu di masa lalu, melainkan memuji langkah mereka yang baru.

Hati yang Bertobat

Seorang kawan telah melanggar janji pernikahannya. Sungguh menyakitkan melihat ia menghancurkan keluarganya. Saat berusaha berdamai kembali dengan istrinya, ia meminta nasihat saya. Saya menasihatinya untuk tidak hanya sekadar memberikan kata-kata, melainkan ia perlu bersikap proaktif dalam mencintai istrinya dan menyingkirkan pola dosa apa pun.

Letakkan di Piring Allah

Bertahun-tahun lamanya seorang ibu berdoa sambil membantu putrinya yang telah dewasa menjalani pengobatan dan konseling terbaik yang bisa diterimanya. Kondisi kesehatan sang putri yang naik-turun secara ekstrem senantiasa membebani hati ibunya hari lepas hari. Karena sering merasa energinya terkuras oleh kesedihan hatinya, sang ibu menyadari bahwa ia juga harus merawat dirinya. Seorang kawan menyarankan agar ia menuliskan segala kekhawatirannya dan hal-hal yang tidak dapat ia kendalikan ke dalam kertas-kertas kecil, lalu meletakkan semuanya itu di sebuah “piring Allah” di samping tempat tidurnya. Praktik sederhana ini memang tidak melenyapkan seluruh stres yang dihadapinya, tetapi melihat piring itu mengingatkan sang ibu bahwa semua kekhawatirannya ada di tangan Allah, bukan di tangannya.

Tujuan Hidup dalam Lima Kata

James Innell Packer, atau yang lebih dikenal sebagai J. I. Packer, meninggal dunia pada tahun 2020, hanya lima hari sebelum ulang tahunnya yang ke-94. Knowing God, buku yang paling terkenal dari teolog dan penulis itu telah terjual lebih dari 1,5 juta jilid sejak penerbitannya. Packer memperjuangkan otoritas Alkitab dan pemuridan, serta mendorong orang percaya di mana saja untuk sungguh-sungguh hidup dalam Tuhan. Menjelang akhir hidupnya, saat ditanya apa pesan terakhirnya bagi gereja, Packer menyebutkan satu kalimat yang terdiri dari lima kata: “Muliakan Kristus dalam segala hal.”

Dampak Kita pada Orang Lain

Ketika Dr. Lee, dosen seminari saya, menyadari bahwa Benjie, penjaga sekolah kami, akan terlambat bergabung dalam acara makan siang bersama, beliau diam-diam menyisihkan sepiring makanan untuknya. Saat saya dan teman-teman sekelas sedang asyik mengobrol, Dr. Lee juga diam-diam menyisihkan irisan kue beras terakhir untuk Benjie dan menambahkan taburan kelapa parut yang lezat di atasnya. Perbuatan itu hanyalah satu dari banyak perbuatan baik lainnya dari sang teolog terkemuka—dan saya memandang semua itu sebagai dampak dari kesetiaan Dr. Lee kepada Allah. Hingga 20 tahun kemudian, kesan mendalam yang saya terima dari beliau masih terekam kuat di benak saya.

Kamar Gelap di Hutan

Pihak militer tidak memberi kesempatan kepada Tony Vaccaro untuk menjadi fotografer mereka, tetapi itu tidak menghentikannya. Ia tetap mengambil foto di tengah momen-momen pertempuran yang mengerikan sambil menghindari peluru artileri yang menghujaninya dari balik pepohonan. Saat teman-temannya tidur, ia menggunakan helm mereka sebagai wadah mencampur bahan kimia untuk mencetak foto-fotonya. Hutan di malam hari itu menjadi kamar gelap tempat Vaccaro mengabadikan pertempuran di Hutan Hürtgen pada masa Perang Dunia II.

Surga Bernyanyi

Sukacita terdengar jelas dari nada-nada yang dinaikkan oleh paduan suara sebuah SMA yang menyanyikan lagu asal Argentina “El Cielo Canta Alegría.” Saya menikmati penampilan mereka, meski tidak mengerti liriknya yang berbahasa Spanyol. Namun, tak lama kemudian saya mengenali sebuah kata yang akrab di telinga ketika paduan suara itu berseru dengan penuh sukacita, “Aleluya!” Kata “Aleluya” yang diserukan berulang-ulang itu adalah ungkapan pujian kepada Allah yang terdengar mirip dalam sebagian besar bahasa di dunia. Karena penasaran dengan latar belakang lagu tersebut, sepulang dari konser itu saya pun mencari informasi di Internet dan menemukan bahwa terjemahan dari judul lagu tersebut adalah “Heaven Is Singing for Joy” (Surga Bernyanyi dengan Sukacita).