Month: September 2014

Santapan Zaman Pertengahan

Belum lama ini saya menghadiri sebuah konferensi yang membahas tentang sejarah Zaman Pertengahan. Dalam satu sesi dari seminar tersebut kami benar-benar menyiapkan sejumlah makanan yang biasa disantap pada masa pertengahan. Kami menggunakan alat penumbuk dan lumpang untuk menumbuk kayu manis dan buah-buahan menjadi bahan selai. Kami mengiris kulit jeruk dan memanggangnya dengan madu dan jahe untuk menghasilkan kudapan yang manis. Kami melumat kacang badam dengan air dan bahan-bahan lain untuk membuat susu dari kacang badam. Kemudian akhirnya kami memasak seekor ayam utuh sebagai sajian utama yang disantap dengan nasi. Ketika mencicipi hidangan tersebut, kami menikmati sebuah pengalaman kuliner yang sangat lezat.

Berakar

Yoas pasti merasa bingung dan takut pada saat diberi tahu mengenai serangkaian perbuatan jahat yang dilakukan neneknya, Atalya. Sang nenek telah membunuh kakak-kakak dari Yoas demi merebut takhta kerajaan Yehuda. Namun Yoas yang masih bayi telah disembunyikan oleh paman dan bibinya selama enam tahun (2Taw. 22:10-12). Sepan-jang masa pertumbuhannya, Yoas menerima kasih sayang dan pengajaran dari para pengasuhnya. Dalam usianya yang ke-7, Yoas diam-diam dinobatkan menjadi raja dan neneknya digulingkan dari takhta (23:12-15).

Ketika Dikenal

Salah satu konflik batin yang tersulit dalam diri kita terjadi ketika hasrat kita untuk dikenal orang berbenturan dengan ketakutan kita untuk dikenali. Sebagai makhluk yang diciptakan serupa dengan gambar Allah, kita diciptakan supaya dikenal—dikenal oleh Allah dan juga oleh sesama. Namun karena natur kita sebagai makhluk yang berdosa, setiap dari kita mempunyai berbagai dosa dan kelemahan, dan kita tidak ingin orang lain mengetahuinya. Kita menggunakan istilah “sisi gelap” untuk mengacu pada aspek-aspek kehidupan yang kita sembunyikan rapat-rapat. Selain itu, kita menggunakan ungkapan seperti “tampilkan sisi terbaikmu” dengan maksud mendorong orang lain untuk menunjukkan sifat diri mereka yang terbaik.

Suka Menuturkan Kisah-Nya

Ketika Studs Terkel, seorang penulis ternama, mencari tema untuk buku yang akan ditulisnya, seorang teman mengusulkan tema “kematian”. Awalnya ia menolak, tetapi ide itu akhirnya menjadi kenyataan saat sang istri yang telah mendampinginya selama 60 tahun meninggal dunia. Buku itu kemudian juga berisi upaya pencariannya sendiri: suatu hasrat untuk mengetahui apa yang terjadi di alam baka, tempat berpulangnya kekasih hatinya itu. Setiap halaman bukunya menjadi pengingat yang kuat tentang pencarian kita sendiri akan Yesus dan beragam pertanyaan serta pergumulan tentang kekekalan yang dialami di sepanjang perjalanan iman kita.

Menyerahkan Kepada Allah

Sebagai seorang pahlawan bagi generasi yang tumbuh setelah Perang Dunia II, Corrie ten Boom meninggalkan warisan berupa hikmat dan kesalehan yang menjadi ciri hidupnya. Setelah menjadi korban dari pendudukan Nazi atas negeri Belanda, ia berhasil bertahan hidup untuk menceritakan kisah iman dan ketergantungannya kepada Allah di sepanjang masa penderitaannya yang sangat mengerikan itu.

Hati Yang Mau Berdoa

Ketika bepergian dengan pesawat udara bersama anak-anaknya yang berusia 4 dan 2 tahun, seorang ibu muda berupaya membuat mereka sibuk supaya tidak mengganggu penumpang lain. Ketika suara pilot terdengar melalui interkom untuk suatu pengumuman, Catherine, putri yang termuda, menghentikan sejenak aktivitasnya dan menundukkan kepala. Saat pilot itu menyelesaikan pengumumannya, gadis kecil itu berbisik, “Amin.” Mungkin karena baru-baru ini pernah terjadi bencana alam, si gadis kecil itu mengira sang pilot sedang berdoa.

Mencari Kambing Hitam

Saat suami Jenny pergi meninggalkannya demi wanita lain, Jenny pun bersumpah tidak akan pernah menemui istri baru dari suaminya itu. Namun saat menyadari bahwa kepahitannya akan merusak relasi anak-anak dengan ayahnya, ia pun berdoa meminta Allah untuk memampukannya mengatasi kepahitan hati di tengah suatu keadaan yang tidak dapat diubahnya itu.

Yesus Yang Lemah Lembut

Charles Wesley (1707–1788) merupakan seorang penginjil Metodis yang telah menulis lebih dari 9.000 himne dan puisi rohani. Beberapa diantaranya seperti: O for a Thousand Tongues to Sing (Beribu Lidah Patutlah) merupakan himne yang agung dan megah. Namun puisi karyanya yang berjudul Gentle Jesus, Meek and Mild (Yesus, Lemah Lembut dan Pengasih), yang terbit pertama kali pada tahun 1742, merupakan doa seorang anak kecil yang merangkum pentingnya setiap dari kita untuk mencari Tuhan dengan iman yang tulus dan sederhana.

Tak Diingat Lagi Selamanya

Pada tahun-tahun awal saya baru percaya kepada Kristus, pikiran saya dipenuhi dengan kekhawatiran akan terjadinya sesuatu yang buruk di masa mendatang. Saya mempunyai bayangan bahwa apabila Yesus datang kembali, segala dosa saya akan terpampang pada suatu layar raksasa sehingga semua orang dapat melihatnya.