Category  |  Santapan Rohani

Kristus Prioritas Kita

“Bolehkah kami mengundang Anda menjadi pembicara utama dalam konferensi nasional kepemimpinan gereja kami?” Setelah membaca undangan dari organisasi ternama itu, Jose membalas, “Saya akan mendoakannya terlebih dahulu.” Di kemudian hari, setelah menolak tawaran itu, Jose berkata kepada temannya, “Aku menyadari bahwa panggilan Allah untukku adalah mengelola bagian editorial dari sebuah proyek misi, sedangkan melayani sebagai pembicara akan merenggut banyak waktu dan tenaga dari tanggung jawabku tadi. Jadi, aku menolaknya, supaya aku bisa mengerjakan apa yang Allah ingin aku lakukan.”

Jangan Curi Kemuliaan-Nya

Ratusan tamu undangan memenuhi aula pertemuan yang megah untuk merayakan hari jadi ke-50 sebuah organisasi nirlaba, sekaligus memberi penghargaan kepada orang-orang yang telah berkontribusi dari dekade ke dekade. Dengan penuh rasa syukur, salah seorang pendiri organisasi itu menyatakan bahwa pekerjaan mereka telah didukung oleh para sukarelawan yang mengabdikan ribuan jam dan jutaan dolar yang diterima dalam bentuk hibah. Namun, ia mengakui bahwa semua keberhasilan mereka tidak akan terjadi tanpa campur tangan Allah. Ia berulang kali menegaskan bahwa organisasi mereka dapat berkembang bukan karena usaha manusia—meski faktor itu tidak dapat diabaikan—melainkan karena Allah sudah memelihara pelayanan mereka.

Allah yang Menyelamatkan

Seekor domba butuh diselamatkan dari dasar tebing terjal di Brora, Skotlandia. Karena terperangkap di dasar lereng yang dikelilingi karang terjal di satu sisi dan lautan luas di sisi yang lain, domba itu tinggal sendirian di sana selama dua tahun. Setelah gagalnya beberapa kali upaya penyelamatan dan tidak seorang pun dapat menjangkau domba itu, seorang petani yang bertekad kuat bernama Cammy Wilson bersama empat orang temannya berhasil menjalankan misi penyelamatan yang penuh risiko. Tiga anggota regu itu dengan berani dan hati-hati menuruni tebing sedalam 250 meter dengan menggunakan derek untuk menjangkau domba itu, lalu mengangkatnya keluar dari masalah.

Terjerat

Tanaman semangka telah menguasai kebun saya. Sulur-sulurnya merambat melewati jalan setapak, memanjat pagar, dan yang paling parah, berusaha mencekik tanaman sayur yang saya sayangi. Saya tahu kebun itu tidak akan berkembang kalau saya tidak bertindak. Jadi, pada suatu sore saya turun tangan untuk mengurai sulur-sulur dari daun dan batang tanamannya. Ketika sulur-sulur tadi kembali tumbuh, saya harus terus memotongnya hingga tanaman sayuran saya akhirnya bertumbuh menghasilkan tomat yang padat dan paprika yang berkilat.

Serahkan pada Allah

Saat berada di ketinggian dinding panjat, Sarah mulai panik ketika merasa cengkeramannya mulai melemah pada pegangan tangan. Ia pun terpikir, Seberapa keras aku akan terhempas ke tanah?

Teguh dalam Kehendak Allah

Film perang keluaran tahun 1957 berjudul The Bridge on the River Kwai (Jembatan di atas Sungai Kwai) sangat populer sehingga para penggemar berbondong-bondong mengunjungi kota Kanchanaburi di Thailand untuk menyaksikan sendiri jembatan besi tersebut. Mereka menemukan jembatannya, tetapi itu bukan di atas Sungai Kwai. Ternyata film tersebut keliru mencantumkan nama sungainya! Namun, tak lama kemudian, bagian dari Sungai Mae Klong itu dinamakan Kwae Yai (Kwai) supaya sesuai dengan ekspektasi orang banyak.

Allah Mengirimkan . . . Ngengat?

“AaaaAAAAHHHK!” putri saya menjerit. “AyaaAAHH! Cepat ke SINI!”

Satu dalam Kristus

Phillis Wheatley, penyair kulit hitam pertama yang diterbitkan bukunya, menggunakan tema-tema alkitabiah untuk meyakinkan orang-orang percaya agar menghapuskan praktik perbudakan. Wheatley, yang lahir sekitar tahun 1753 di wilayah barat Afrika, dijual ke pedagang budak ketika masih berusia tujuh tahun. Setelah berhasil membuktikan diri sebagai pelajar yang berprestasi, akhirnya ia memperoleh pembebasannya pada tahun 1773. Dalam puisi dan surat-suratnya, Wheatley mendesak para pembacanya untuk menghayati asas kesetaraan bagi semua orang sebagaimana ditegaskan dalam Alkitab. Ia menulis, “Allah telah menanamkan dalam hati setiap manusia suatu nilai kecintaan pada kebebasan, sehingga kita tidak tahan menghadapi penindasan dan mendambakan pembebasan; dan . . . nilai yang sama hidup dalam diri kita.”

Bukan Orang Biasa

Pernyataan pada dinding bank tempat saya menabung menyatakan bahwa prinsip-prinsip perusahaannya dapat diringkas dalam satu kata: kesopanan. Saya merasakan sendiri sopan santun dari teller yang membantu saya bertransaksi di sana!